Mohon tunggu...
Mustofa Abi Hamid
Mustofa Abi Hamid Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mahasiswa Magister Technology and Vocational Education Universitas Negeri Padang | Pekerja Keras dan Pekerja Cerdas | Pemerhati dan aktivis pendidikan, sosial dan kebudayaan. | Pembelajar sepanjang hayat. | Menginginkan Indonesia yang adil, damai, sejahtera.| Follow twitter : @m_abi_h. Contact: m.abihamid@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Moralitas dan Kualitas Guru

16 Februari 2013   17:15 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:12 560
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Oleh: Mustofa Abi Hamid

Mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Lampung

Berbagai persoalan pelik yang kerap terjadi di masyarakat berupa penyimpangan sosial menjadi permasalahan yang cukup membutuhkan perhatian khusus. Persoalan ini tidak hanya dapat diselesaikan dengan menerbitkan undang-undang atau perda an sich, yang merupatkan bentuk watak formal penanganan sebuah kasus. Melainkan harus mengacu pada substansi penyelesaiannya. Pasalnya, berbagai penyimpangan sosial yang terjadi di masyarakat merupakan candu atau penyakit yang butuh proses cukup panjang untuk benar-benar mengurangi atau bahkan menghilangkannya dari kehidupan masyarakat.

Sebut saja, maraknya perjudian, prostitusi, pesta miras dan narkoba, perkosaan, dan korupsi yang  seolah menjadi masalah yang tak kunjung selesai dan tuntas karena aktornya terus berganti setiap waktu atau tahun. Tiap kali petugas yang berwenang menangkap pelaku dan menertibkan masyarakat, tak berselang lama akan kembali kambuh lagi. Tak terkecuali seorang guru yang ikut terseret arus pekat (penyakit masyarakat) berupa penyimpangan sosial.

Beberapa hari yang lalu santer kabar di media seorang oknum guru di Bandarlampung tertangkap sedangberada di hotel bersama pasangan gelapnya. Ironi, seorang yang menjadi teladan bagi siswanya di sekolah malah melakukan tindak asusila. Kekhilafan bisa saja terjadi pada manusia karena memang manusia merupakan tempatnya salah dan lupa, namun sangat tidak etis bila yang melakukan kesalahan berupa tindak asusila itu seorang guru yang seharusnya memberikan teladan sikap yang baik bukan hanya kepada siswa tetapi teladan bagi masyarakat umum.

Profesi guru merupakan bagian yang tak luput dari sorotan masyarakat, dimana saat ini kesejahteraan guru sudah semakin baik dengan adanya tunjangan sertifikasi, namun di sisi lain peningkatan kualitas pendidikan belum mencapai hasil yang signifikan. Guru memiliki multi peran dalam membentuk kepribadian siswa. Guru profesional dapat dipastikan merupakan guru yang multi talenta, memiliki kemampuan dan kompetensi yang baik, dalam Permendiknas No. 16 tahun 2007 disebutkan kompetensi itu meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional. Seorang guru akan memerankan seorang pemimpin yang menjaga keadilan sosial dalam perbaikan, atau seorang polisi dalam menegakkan hukum, atau sesepuh masyarakat yang mengajari para murid tentang prinsip hidup, nilai, norma yang baik, atau seseorang yang dijadikan rujukan yang memiliki keahlian, keterampilan dan ilmu pengetahuan yang luas, dll. Kesemuanya itu dapat diperankan oleh guru.

Moralitas

Aspek moralitas merupakan bagian integral yang harus dimiliki oleh guru. Aspek ini tercakup dalam dua kompetensi guru, yaitu kompetensi sosial dan kepribadian. Guru yang bermoral tentu memiliki kompetensi kepribadian dan sosial yang tinggi serta berintegritas. Guru adalah pendidik profesional yang bertugas untuk mengembangkan kepribadian atau karakter siswa. Penguasaan kompetensi kepribadian yang memadai dari guru akan sangat membantu upaya pengembangan karakter siswa. Dengan menampilkan sebagai sosok guru (digugu dan ditiru) yang bisa dipercaya (digugu) dan ditiru, secara psikologis siswa akan merasa yakin dengan apa yang sedang dibelajarkan gurunya. Misalkan, ketika guru hendak membelajarkan tentang kasih sayang kepada siswa, tetapi di sisi lain secara disadari atau tanpa disadari, gurunya sendiri malah cenderung bersikap tidak senonoh, mudah marah, dan sering bertindak kasar, maka yang akan melekat pada siswanya bukanlah sikap kasih sayangnya, melainkan sikap tidak senonohnya itulah yang lebih berkesan dan tertanam dalam sistem pikiran dan keyakinan siswanya.

Begitu pula dalam masyarakat lebih sensitif lagi, apabila ada guru melakukan tindakan tercela, asusila, atau pelanggaran norma-norma yang berlaku di masyarakat, pada umumnya masyarakat akan cepat mereaksi. Hal ini tentu dapat berakibat terhadap merosotnya wibawa guru yang bersangkutan dan kepercayaan masyarakat terhadap guru tersebut, institusi sekolah tempat guru mengajar. Tindakan amoral yang dilakukan oknum guru di Bandarlampung mudah-mudahan menjadi pembelajaran bagi guru atau pendidik lain untuk meningkatkan keempat aspek kompetensi yang harus dimiliki guru, terutama aspek kepribadian dan sosial yang menyangkut interaksinya dengan masyarakat umum. Berharap pendidikan di Indonesia semakin maju. Semoga.

Opini ini pernah dimuat di Lampung Post, 16 Februari 2013 dalam rubrik Humaniora
Jika ingin berinteraksi dan komunikasi dengan penulis, dapat menghubungi via twitter, follow @m_abi_h
Kunjungi blog pribadi saya: Mustofa Abi Hamid

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun