Mohon tunggu...
Mustofa Abi Hamid
Mustofa Abi Hamid Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mahasiswa Magister Technology and Vocational Education Universitas Negeri Padang | Pekerja Keras dan Pekerja Cerdas | Pemerhati dan aktivis pendidikan, sosial dan kebudayaan. | Pembelajar sepanjang hayat. | Menginginkan Indonesia yang adil, damai, sejahtera.| Follow twitter : @m_abi_h. Contact: m.abihamid@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Disakiti? Lebih Baik Bersabar

12 November 2013   10:13 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:16 1740
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Pernahkah Anda disakiti oleh orang lain? Jika Ya, introspeksi dirilah mungkin Anda (juga) pernah menyakiti orang lain. Orang lain yang pernah menyakiti, sejatinya tak ingin disakiti (juga). Ataukah Anda sendiri yang pernah menyakiti orang lain?. Jika Ya, maka segeralah meminta maaf dan introspeksi diri.

Pertama, evaluasi. Apa yang kita lakukan, sejatinya akan kembali pada diri kita (juga). Semua memenuhi hubungan kausalitas. Apa yang kita perbuat, akan mendatangkan akibat kepada diri kita. Sebesar atau sekecil apapun perbuatan kita, baik atau buruk semua akan menimbulkan akibat. Sebagaimana firman Allah: “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah (biji atom), niscaya dia akan menerima (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrah (biji atom) pun, niscaya dia akan menerima (balasan)nya”. (QS. Al Zalzalah: 7-8).

Langkah terbaik setelah suatu kejadian menimpa diri kita, baik itu hal yang menyenangkan atau bahkan menyakitkan sekalipun adalah ridho, ikhlas, terhadap apa yang menimpa diri kita. Berbaik sangka kepada Tuhan, bahwasanya seindah apapun rencana kita, akan lebih indah rencana Tuhan untuk kita. Langkah selanjutnya adalah bertafakkur dan mengevaluasi diri. Kita tidak pernah rugi sedikitpun dengan membiasakan mengevaluasi diri dengan cara yang positif.

Ketika kita ingat pada kekurangan dan kesalahan diri, jangan lantas itu membuat kita berputus asa. Karena sesungguhnya, jika mampu bersikap jujur melihat diri kita dengan segala kekurangan dan kelebihannya, maka itu adalah karunia yang besar dari Tuhan untuk hamba-Nya. Karena tidak semua orang dikaruniai kemampuan untuk melakukan hal itu. Kejujuran melihat diri sendiri adalah pintu gerbang menuju perbaikan diri menjadi pribadi yang tangguh dan berkualitas serta tidak cengeng menghadapi realitas yang terjadi dan menimpa diri.

Evaluasilah diri kita sendiri saat disakiti oleh orang lain. Jangan-jangan kita pun telah banyak menyakiti orang lain. Tidak ada bentuk kedzaliman yang kita lakukan kepada orang lain kemudian kita tidak meminta maaf dan memohon ampun kepada Allah, melainkan kedzaliman itu akan berbalik kepada diri kita sendiri. Jadikan setiap peristiwa yang menimpa diri kita sebagai kesempatan untuk mengevaluasi diri, sehingga kita bisa berubah menjadi insan yang lebih baik lagi dari hari ke hari.

Kedua, Sabar, Tegar, dan Tawakal. Ilusi-ilusi negatif terkadang menghinggapi seseorang yang pernah mengalami peristiwa yang membuat hatinya terpukul. Bila sudah terkena ilusi negatif, maka hati akan memberikan reaksi terhadap berbagai pengaruh dari luar, seperti perasaan takut, marah, merasa terganggu karena hal-hal yang menyakitkan yang menimpa dirinya atau keindahan dan kenikmatan yang hilang darinya. Semua itu akan menenggelamkannya di dalam kesedihan. Maka, bersabarlah dan sandarkan hati pada sang Pencipta hati, sang Pemberi Rasa, dan bertawakallah pada-Nya. Firman Allah: “Wa man yatawakkal ‘alallah fahuwa hasbuh” (“dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan.” QS. Ath-Thalaq: 3)

Orang yang bertawakkal kepada Allah, hatinya akan kuat, tak dapat digoncang oleh peristiwa yang menimpa diri, tak dijangkiti prasangka buruk, tak dihinggapi rasa dengki, sebab Allah-lah yang menjamin sepenuhnya orang yang bertawakkal pada-Nya. Dengan demikian, hilanglah kesedihan dan kegelisahan. Kesulitan berubah menjadi kemudahan, kesedihan menjadi kegembiraan, perasaan takut menjadi rasa aman, dan kegelisahan menjadi ketenteraman.

Kepada jiwa yang pernah tersakiti, saya mohon maaf. Dan kepada jiwa yang pernah menyakiti, saya ikhlas memaafkan sebelum dimintai maaf.

Wallahu a’lam bish showab.

Semoga bermanfaat.

Padang, 12 November 2013

@m_abi_h

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun