Candi Agung menjadi kesempatan pertama bagi tim Indonesia Diversity Kalimantan Selatan menyusuri beberapa destinasi terbaik di kalimantan selatan. dari kota Banjarmasin, perjalanan ditempuh kurang lebih 4 jam melalui Kota Kandangan, ibukota kabupaten Hulu Sungai Selatan. Kabut asap menemani perjalanan kami, jarak pandang hanya berkisar 100 meter. kebetulan jadwal trip ID Kalimantan Selatan bertepatan dengan tingginya intensitas kabut asap di daerah kalimantan yang menyelimuti beberapa kawasan seperti Kota banjarbaru, kabupaten banjar, barito Kuala, dan Kabupaten tanah laut.
Memasuki daerah Kandangan dan Amuntai, kabut asap mulai menipis. Candi Agung sendiri terletak di desa Sungai Malang, kecamatan Amuntai Tengah, kabupaten hulu Sungai Utara. dari kota Amuntai, perjalanan hanya ditempuh kurang lebih 1 km menuju kompleks candi agung. memasuki kompleks candi, cukup merogoh 4000 rupiah/orang, maka kita bisa puas mengelilingi kompleks candi tersebut.Â
saat kita berada di dalam kompleks, sekilas kita tidak akan menemukan bangunan candi seperti layaknya candi prambanan, candi mendut apalagi candi borobudur. Yang ada hanyalah beberapa bongkahan batu bata setinggi 25 cm yang berukuran tidak seperti batu bata biasanya, sebab lebih berat dan lebih kuat strukturnya. Beberapa bongkahan ini ditutup dengan penutup cungkup atap untuk melindunginya dari kerusakan.
Asal Mula Candi Agung
Candi Agung sendiri merupakan sisa-sisa bangunan kuno dari masa klasik, yakni dari periode Kerajaan Negara Dipa. Salah satu sumber yang sering dikaitkan dengan candi ini walaupun sulit ditegaskan garis historisnya adalah hikayat Banjar. Sebuah manuskrip tua yang berasal dari tradisi lisan berkembang sejak zaman Kerajaan banjar. Dalam hikayat Banjar, dikisahkan seorang saudagar dari Keling (jawa) bernama Empu jatmikadatang di pulau hujung Tanah untuk membangun negeri bersama candinya. Diberilah nama Negara Dipa dan Empu Jatmika menjalankan pemerintahannya. Karena Empu jatmika menyadari bukan keturunan raja, maka ia membuat patung yang diletakkan dalam candi agar ia tersimbolkan sebagai raja dan penguasa.
Empu Jatmika berwasiat kepada putranya, Empu mandastana dan Lembu Mangkuratagar tidak menerima kehormatan sebagai raja dan harus bertapa untuk memperoleh raja yang sebenarnya. Hikayat Banjar juga menyebutkan adanya perkawinan politis antara Puteri junjung buih dengan Putera Kerajaan Majapahit bernama Raden Putera yang kemudian bergelar Pangeran Suryanata, menurut cerita, Puteri Junjung Buih ini ditemukan oleh Lembu Mangkurat dari hasil pertapaannya. Dari perkawinan tersebut membuahkan keturunan yang kemudian dianggap sebagai cikal bakal raja-raja Negara Dipa, Negara Daha, hingga raja-raja Banjar.
Mangilan Lidi & Mandi Bedudus
Sebenarnya belum ada sumber yang valid untuk menentukan garis historis antara keberadaan Candi Agung dan beberapa ritual yang masih bertahan di kompleks candi, karena data historis yang dapat mengungkapkannya masih sangat kurang. namun menarik untuk mengenal lebih dekat beberapa ritual yang bisa kita sempatkan untuk ikuti.Â
Seperti ritualMangilan Lidi, setiap pengunjung dianjurkan untuk mengukur lidi sepanjang satu jengkal tangan, sisa lidinya kemudian akan di potong lalu ditancapkan di atas gundukan bunga sesajian sambil mengucapkan nazar, ditunggu beberapa saat lidi tersebut diambil kembali dan di serahkan kepada kuncen untuk diukur kembali menggunakan jengkal tangan kita. Jika lidi tersebut lebih panjang dari ukuran semula, tandanya nazar kita terkabul.
Di Candi Agung Amuntai ini juga banyak masyarakat berdatangan uuk melakukan ritual Mandi Bedudus. Bagi mereka yang akan mandi, juga disediakan air kembang yang berasal dari sumur Putri Junjung Buih. Saat mandi, juga disediakan kain berwarna kuning sebagai pelengkap yang harus di simpan di bilik tempat mandi. Ritual ini biasa dilakukan jika ada hajat yang ingin dikabulkan, biasa juga tempat ini untuk memandikan bayi-bayi yang ingin terhindar dari penyakit.Â
Di setiap pelaksanaan Bedudus, biasanya selalu disiapkan sesaji atau piduduk berupa 41 aneka kue, bubur merah, bubur putih, kopi. Selain itu perlengkapan yang dibutuhkan biasanya berupa mayang pinang yang masih dalam pembungkusnya, tempat air, nyiur anum (kelapa muda) yang bagian tangkai dan bawah telah dipangkas, minyak likat baboreh (minyak khas Banjar), baskom dari kuningan, kasai kuning atau bedak yang dicampur dengan kunyit dan air.