Mohon tunggu...
Media Berbagi
Media Berbagi Mohon Tunggu... mahasiswa

Mahasiswa.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Es Teh

4 Desember 2024   02:10 Diperbarui: 4 Desember 2024   03:10 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Berita terkait momen penjual es teh di olok-olok (sumber: Instagram Rian Fahardi)

Puisi ini lahir dari rasa empati mendalam terhadap seorang penjual es yang menjadi korban cemooh dan tawa dari mereka yang seharusnya menjadi panutan. Momen ini menjadi cermin tentang bagaimana manusia sering lupa bahwa setiap individu, tak peduli status atau pekerjaannya, memiliki martabat yang tak boleh direndahkan.  

"Es Teh" adalah simbol perjuangan hidup, peluh yang jatuh untuk mencari rezeki halal, dan doa-doa yang dilangitkan tanpa henti. Melalui puisi ini, penulis ingin menyuarakan bahwa kemuliaan sejati terletak pada hati yang tulus dan usaha yang jujur, bukan pada popularitas atau jumlah pengikut.  

Puisi ini juga menjadi bentuk perlawanan senyap terhadap kezaliman sosial, mengingatkan bahwa kesombongan hanya fana, sedangkan keadilan Tuhan bersifat abadi. Dengan menulis ini, penulis berharap bisa menjadi bagian dari suara yang mengingatkan pentingnya saling menghormati dan menghargai martabat sesama manusia.

Berikut puisinya: 

Es Teh 

Diam di antara riuh tawa,  

Berdiri tegak dalam sesak manusia naif.  

Kujunjung es teh di atas kepala,  

Meyakini Tuhan berpihak padaku.  

Diam,  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun