Puisi ini lahir dari rasa empati mendalam terhadap seorang penjual es yang menjadi korban cemooh dan tawa dari mereka yang seharusnya menjadi panutan. Momen ini menjadi cermin tentang bagaimana manusia sering lupa bahwa setiap individu, tak peduli status atau pekerjaannya, memiliki martabat yang tak boleh direndahkan. Â
"Es Teh" adalah simbol perjuangan hidup, peluh yang jatuh untuk mencari rezeki halal, dan doa-doa yang dilangitkan tanpa henti. Melalui puisi ini, penulis ingin menyuarakan bahwa kemuliaan sejati terletak pada hati yang tulus dan usaha yang jujur, bukan pada popularitas atau jumlah pengikut. Â
Puisi ini juga menjadi bentuk perlawanan senyap terhadap kezaliman sosial, mengingatkan bahwa kesombongan hanya fana, sedangkan keadilan Tuhan bersifat abadi. Dengan menulis ini, penulis berharap bisa menjadi bagian dari suara yang mengingatkan pentingnya saling menghormati dan menghargai martabat sesama manusia.
Berikut puisinya:Â
Es TehÂ
Diam di antara riuh tawa, Â
Berdiri tegak dalam sesak manusia naif. Â
Kujunjung es teh di atas kepala, Â
Meyakini Tuhan berpihak padaku. Â
Diam, Â