Pengaruh Golput dalam Demokrasi
Berbicara mengenai golput tentu kita harus mengetahui golput itu apa, Istilah golput dapat dijelaskan dalam era dan konteks yang berbeda. Pada era Orde Baru, golput ditujukan kepada suatu gerakan yang muncul dari kelompok yang dipelopori Arief Budiman dan kawan-kawan, yaitu sikap dan tindakan politik untuk tidak berpartisipasi dalam pemilu pada masa Orde Baru. Tidak memilih sebagai satu pilihan, karena mereka kecewa akibat pemilu tidak dilaksanakan secara demokratis. Fakta yang masih jelas dalam ingatan kita adalah semenjak Pemilu 1971 sampai Pemilu 1997, ada ketentuan bahwa PNS diwajibkan memilih Golkar. Adapun istilah golput saat ini lebih mengarah kepada sikap politik rakyat yang rasional dan secara ideologis sadar untuk tidak menggunakan hak pilihnya (memilih untuk tidak memilih) sebagai refleksi bahwa tidak ada sistem pemilu yang sempurna.
Penyebab munculnya golput, yakni Pertama, political disaffection dipicu oleh semakin meningkatnya perilaku buruk para politisi yang dapat mereka saksikan setiap hari melalui media masa. Pemilihan langsung yang telah banyak mengorbankan waktu, dana, dan tenaga ternyata hanya melahirkan kaum pemuja harta yang tamak. Mereka berharap banyak pada kaum muda yang cerdas, rupawan dan santun tapi faktanya mengecewakan. Puncaknya lebih menyakitkan lagi, dugaan kasus korupsi oleh pimpinan tertinggi partai yang digadang-gadang akan membawa perubahan karena kebersihannya, keshalehannya, dan keadilannya.Kedua, hilangnya kepercayaan terhadap pembangunan yang dijalankan. Ketiga, kejenuhan terhadap janji kampanye. Golput di Indonesia secara significan terjadi sejak pemilu pertama pasca reformasi. Pemilu 1999, partisipasi pemilih sekitar 93%, kemudian menurun pada pemilu 2004 menjadi 85%, penurunan drastic terjadi pada pemilu tahun 2009 menjadi 71%. Sedangkan pada pilpres 2004 putaran petama partisipasinya sebesar 80%, lalu menurun menjadi 77% pada putaran kedua. Angka ini menurun lagi pada pilpres 2009 menjadi 72,5%.
Menurut saya, peningkatan golput diakibatkan oleh menurunnya ketidakpercayaan masyarakat terhadap para calon pejabat yang hanya mengumbarkan banyak janji yang setelah terpilih janji-janji tersebut tidak seluruhnya mereka penuhi yang akhirnya membuat masyarakat malas untuk memilih. Masyarakat merasa pilihannya sia-sia karena mereka pilihannya tidak berpengaruh banyak terhadap kehidupan mereka setelah pemilihan berlangsung. Selain itu,isu bertambahnya kecurangan-kecurangan yang terjadi selama proses pemilihan para calon pejabat yang hasilnya telah dimanupulasi dan tidak transfaran pada masyarakat sehingga membuat masyarakat merasa tidak percaya dan ragu pada hasil pemilihan.
Hal mendasar pada permasalahan ini yaitu, golput terjadi di Indonesia saat ini bukan karena atas dasar pilihan politik rasional warga sebagai akibat dari berbagai fenomena penyimpangan yang dilakukan oleh pejabat negara. Tetapi golput adalah sebagai akibat dari tidak bekerjanya prinsip-prinsip demokrasi sedari awal pada seluruh lini kehidupan berbangsa dan bernegara. Masyarakat juga tidak memahami pentingnya partisipasi politik dalam era demokrasi. Oleh karena itu, golput bukanlah tindakan politik yang dilakukan secara sadar berdasarkan pertimbangan politik oleh warga negara. Golput juga merupakan fenomena alamiah yang pasti akan terjadi. Besaran jumlah Golput adalah batasan yang perlu benar-benar di perhatikan. Namun untuk penyelenggaraan Pemilu di tuntut harus mendorong keterlibatan publik mendapatkan informasi tentang adanya pemilihan.
Maknanya adalah bahwa pemilu yang diselenggarakan secara luberjurdil yang melibatkan partisipasi masyarakat dalam menentukan siapa yang menjadi pemimpin di negeri ini, ternyata tidak sejalan dengan upaya yang diperoleh untuk mencapai tujuan bangsa. Diantara faktor yang menyebabkan berlakukan perkara ini adalah karena partisipasi rakyat dalam pembangunan hanya diperlukan dalam pemilu saja. Setelah pemilu, partisipasi mereka tidak menjadi sesuatu yang dianggap penting oleh pemimpin atas berbagai argumentasi. Seyogiyanya pelibatan rakyat dalam membangun bangsa ini jangan hanya terbatas dalam pemilu semata. Warga negara mesti dilibatkan dalam segenap proses pembangunan nasional, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan pemanfaatan.
Dampak yang paling kongkrit dari minimnya partisipasi rakyat dalam pembangunan, adalah semakin berkurangnya persentase pengguna hak suara dalam pemilu. Dalam pemilu, misalnya, semakin banyak rakyat yang tidak paham dan tidak percaya terhadap kegiatan yang sering disebut sebagai pesta demokrasi rakyat yang menghabiskan anggaran puluhan triliyun ini. Rakyat lebih diperlukan untuk memuluskan perjalanan sebuah partai politik dan para elitenya untuk melanggengkan kekuasaan, daripada dipakai sebagai upaya mengartikulasikan kepentingan masyarakat.
Pemilu menjadi indikator yang paling mudah dalam menentukan sebuah Negara tersebut demokratis atau tidak, karena Pemilu memberikan sebuah momentum kepada masyarakat untuk menentukan arah perkembangan sebuah Negara. Pada Pemilu, masyarakat dapat memilih para wakilnya dan menentukan siapa yang akan memimpin sebuah Negara pada nantinya. Untuk itu, momentum Pemilu juga membutuhkan sebuah pemkasimalan keterlibatan masyarakat. Tanpa adanya pemaksimalan pelibatan masyarakat, maka Pemilu hanya akan menjadi instrumen formal dan indikator penilaian demorkasi saja, tanpa adanya substansi. Dengan demikian, partisipasi masyarakat dalam proses penyelenggaran Pemilu harus terus ditingkatkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H