Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik Yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan / atau Bakat Istimewa. Dalam Peraturan ini, yang dimaksud dengan pendidikan inklusif adalah sistem  penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya.  [1]
Namun, pelaksanaan di lapangan masih harus dibenahi. Sistem pendidikan inklusif seharusnya menyediakan fasilitas pembelajaran sesuai dengan keistimewaan peserta didik. Khusus peserta didik penyandang deaf, belum ada lembaga pendidikan umum yang menyediakan penerjemah isyarat. Galuh Sukmara Soejanto, penyandang deaf yang berhasil menamatkan pendidikan S1 di Universitas Gadjah Mada, menuturkan jika pada saat pembelajaran dia merasa sendiri dikarenakan tidak ada fasilitas khusus yang disediakan bagi penyandang deaf, seperti penerjemah, pencatat dan tulisan pendukung.
Pendidikan Luar Sekolah bagi Deaf Masih Minim
Sampai saat ini, kami penyandang deaf masih belum menemukan pendidikan luar sekolah yang mampu memfasilitasi keistimewaan kami dengan menyediakan pendidikan yang menggunakan bahasa isyarat. Bahkan, bagi penyandang deaf yang beragama Islam belum menemukan guru ngaji yang mampu berbahasa isyarat, sehingga penyandang deaf merasa sangat minim dalam hal keagamaan. Hal ini berakibat pada kebingungan penyandang deaf dalam hal melaksanakan ibadah sesuai dengan agama masing-masing.
Menyalakan Lilin di Tengah Kegelapan
Menyadari minimnya fasilitas pendidikan bagi penyandnag deaf, bukan berarti lantas berpangku tangan menunggu pemerintah bergerak. Di tengah minimnya fasilitas, bersama volunteer yang peduli dengan perkembangan penyandang deaf, Sahabat Tuli mencoba untuk bergerak agar kemauan belajar sepanjang hayat terakomodasi. Beberapa kegiatan yang telah dilakukan antaralain:
Sosialisasi Bahasa Isyarat
Sosialisasi Bahasa Isyarat di Indonesia sudah mulai digerakkan oleh berbagai komunitas tuli yang tersebar di beberapa kota di Indonesia. Akar Tuli di Malang, Gerkatin Solo
Sosialisasi Bahasa Isyarat ini, selain bertujuan agar bahasa isyarat semakin dikenal oleh masyarakat umum yang berpendengaran normal juga bertujuan agar memudahkan transfer ilmu dari orang berpendengaran normal ke penyandang tuli, begitu pun sebaliknya.
Sosialisasi Bahasa Isyarat juga mampu meminimalisir ke-ekslusif-an penyandang deaf dalam bergaul, karena selama ini penyandang deaf merasa minder dan sulit untuk bergaul dengan masyarakat umum dikarenakan tidak paham perbincangannya, pun masyarakat umum berpendengaran normal juga tidak mampu memahami bahasa isyarat yang dipakai oleh penyandang deaf.
Kelas Kreasi Sahabat Tuli