Mohon tunggu...
Mustika Dewi Rahmawati A
Mustika Dewi Rahmawati A Mohon Tunggu... Mahasiswa - Saya adalah mahasiswa Universitas Negeri Surabaya jurusan Bimbingan dan Konseling

Saya memiliki hobi memasak cemilan dan juga suka menonton drama korea

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Guru BK atau Polisi Sekolah?

13 Desember 2022   16:44 Diperbarui: 13 Desember 2022   16:53 510
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Hal yang terpikirkan oleh kebanyakan orang saat mendengar kata "Guru BK" tidak jauh dari kata "Polisi Sekolah" atau "Guru Killer". Guru BK sering kali mendapat julukan atau sebutan seperti itu dikarenakan masih kurangnya pemahaman akan tugas Guru BK di sekolah dan masih banyak ditemukannya Guru BK yang menjalankan tugas yang bukan ranah tugas Guru BK itu sendiri. Rata-rata Guru BK di sekolah-sekolah berubah menjadi TU (Tata Usaha) sekolah, petugas kedisiplinan atau tata tertib, razia make up pada peserta didik perempuan, razia rambut pada peserta didik laki-laki, razia atribut sekolah, dan lain-lain.

Guru BK seharusnya berfokus pada perkembangan peserta didiknya, bukan pada aksesoris yang dipakasi peserta didik di sekolah. Karena hal itu berakibat pada stigma Guru BK yang tidak menjalankan tugasnya sebagai Guru BK sebagaimana mestinya.

Jadi, Guru BK ngapain dong? Banyak tugas Guru BK yang masih belum diketahui oleh peserta didik dan kebanyakan orang bahkan terkadang guru mata pelajaran yang lain juga kurang mengerti dengan tugas Guru BK di sekolah.

Sebelum kita membahas tugas Guru BK, sebaiknya kita ketahui dulu apasih BK itu? BK atau Bimbingan dan Konseling adalah proses pemberian bantuan kepada individu agar dapat menyelesaikan masalahnya secara mandiri. Mengapa proses? Karena setiap bantuan yang diberikan tidak mungkin langsung selesai saat itu juga namun ada beberapa tahap yang dilalui sampai pada akhirnya masalah yang dialami dapat terselesaikan. Lalu maksud dari menyelesaikan masalah secara mandiri itu apa? Maksudnya adalah Guru BK atau konselor hanya memberikan bantuan atau layanan, untuk pengambilan keputusan untuk solusi permasalahan sepenuhnya tetap berada di tangan konseli atau peserta didik yang dibantu. Bimbingan dan Konseling bisa diberikan secara individu maupun kelompok tergantung tujuan dari pelaksanaan Bimbingan dan Konseling itu sendiri.

Setelah mengetahui apa itu BK sekarang kita bahas tugas BK. Menurut penjelasan tentang BK tadi, sudah dapat dilihat bahwa tugas BK yaitu memberikan bimbingan, layanan, dan konseling kepada individu atau peserta didik. Contohnya yaitu pada Sekolah Menengah Atas (SMA) peserta didik yang kebingungan mengenai tujuannya setelah SMA bisa berkonsultasi kepada Guru BK. Guru BK memfasilitasi peserta didik yang akan melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi namun masih bingung memilih jurusan apa dan Perguruan Tinggi mana berupa layanan konseling.  Namun, Guru BK memfasilitasi layanan hanya bertujuan untuk mengarahkan peserta didik supaya mengetagui tujuannya tanpa ikut campur dalam pengambilan keputusan peserta didik akan memilih jurusan apa dan perguruan tinggi yang dituju akan dimana. Selain memberikan layanan mengenai pemilihan jurusan, Guru BK juga memberikan layanan kepada peserta didik berupa bantuan dalam menyelesaikan masalah pribadi peserta didik apabila peserta didik membutuhkan bantuan untuk menemukan solusi atas masalahnya.

Guru BK juga memiliki tugas dalam memberikan jenis pengajaran yang tepat untuk peserta didik. Misal, setiap peserta didik pasti memiliki gaya belajar atau cara belajar yang berbeda-beda. Guru BK berperan dalam mencati tahu dan memahami gaya belajar tiap peserta didik agar dapat memberikan gaya pembelajaran yang tepat. Namun hal ini jarang diperhatikan karena tugas yang dikerjakan guru BK kurang sesuai dengan keadaan di sekolah. Terkadang masih ada sekolah yang menjadikan orang yang bukan lulusan S1 Bimbingan dan Konseling menjadi guru BK karena kekurangan Guru BK. Padahal pada Permendikbud Nomor 111 tahun 2014 pasal 1 ayat 3 dijelaskan bahwa konselor atau Guru BK adalah pendidik yang berkualifikasi akademik minimal S1 di bidang Bimbingan dan Konseling dan memiliki kompetensi di Bimbingan dan Konseling. Penyebab yang lain yaitu jumlah peserta didik yang banyak tetapi jumlah Guru BK yang sedikit. Seharusnya tiap Guru BK melayani 150 peserta didik. Jadi apabila di sekolah jumlah peserta didiknya ada 900 anak maka jumlah Guru BK seharusnya ada 6. Hal ini dijelaskan juga pada Permendikbud Nomor 111 Tahun 2014 Pasal 10 Ayat 2.

Guru BK tidak memiliki tugas sebagai administrasi sekolah ataupun petugas kedisiplinan di sekolah, namun hal ini masih banyak terjadi pada sekolah-sekolah. Pada sekolah yang menjadikan Guru BK sebagai petugas kedisiplinan atau tata tertib, peserta didik di sekolah itu akan menyebut Guru BK sebagai polisi sekolah karena kinerja Guru BK yang terlihat seperti menyita make up peserta didik perempuan, mencatat dan menghukum siswa yang terlambat, menyita gelang peserta didik laki-laki, memotong rambut peserta didik laki-laki, menghukum peserta didik yang melanggar aturan sekolah, dll.

Akan tetapi hal tersebut bukan sepenuhnya kesalahan dari Guru BK, tetapi kesalahan dari sekolah juga. Mengapa? Karena sekolah telah menempatkan gGuru BK sebagai petugas kedisiplinan. Sebagai Guru BK harusnya bisa menolak tugas yang diberikan oleh sekolah tersebut dengan memberikan penjelasan-penjelasan yang dapat diterima oleh sekolah itu sehingga hal tersebut bisa dicegah dan stigma Guru BK sebagai polisi sekolah bisa dihilangkan. Namun, menolak tugas dari sekolah juga bukan hal yang mudah dilakukan apalagi jika keadaannya masih menjadi guru baru di sekolah itu karena dibutuhkan keberanian yang lebih untuk menolak dan menerima resiko seperti mendapat omongan "masih guru baru tapi sudah berani menolak tugas".

Guru BK yang harusnya menjadi teman peserta didik malah menjadi guru yang ditakuti oleh peserta didik. Bahkan tiap peserta didik yang keluar dari ruang BK pasti dianggap anak yang bermasalah atau anak nakal, padahal keadaan yang sebenarnya tidak selalu seperti itu.

Sebutan polisi sekolah untuk Guru BK bisa saja dihindari apabila Guru BK melakukan tugasnya dengan tepat. Peserta didik juga berperan dalam menghilangkan stigma buruk ini. Hal yang bisa dilakukan peserta didik yaitu dengan menjadikan Guru BK sebagai sahabat siswa tetapi harus tetap ada batasan antara guru dengan peserta didik, dan tidak takut untuk masuk ke ruang Bk untuk melakukan konseling. Peserta didik juga tidak perlu takut apabila ingin melakukan konseling dengan Guru BK karena dalam Bimbingan dan Konseling terdapat asas-asas dan prinsip yang berlaku. Jadi, mari hilangkan stigma Guru BK sebagai polisi sekolah dan jangan takut masuk ruang BK ya!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun