Mohon tunggu...
mustaqim takim
mustaqim takim Mohon Tunggu... -

lahir hingga remaja di sulawesi tenggara tepatnya bau-bau, kini mencoba belajar hidup di bumi papua, sebuah tempat yg oleh soekarno di bela hingga lahirlah trikora...ada apa dgn papua? sebuah tanya yg ingin sy cari jawab-nya. Tepat-nya di mamberamo raya, 6 jam dr biak..

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bias Berita, Papua dan Revolusi Sosial

10 November 2011   08:03 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:50 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kemelut perusahaan tambang di Timika, seolah menjadi conductor bagi setiap kanal berita cetak, online maupun televisi . Semua memainkan nada dasar yang sama tentang bara Papua.

Bahkan di kompasiana serta politikana, wadah diskusi online, topik ini beberapa kali menjadi headline. Ada-kah yang salah dengan pemberitaan ini semua?. Bagi penulis yang kebetulan sedang ber-diam di bumi cendrawasih ini, semua aliran berita tentang Papua terasa bias bahkan over dosis.

Sebuah stasiun pemberitaan utama, hampir sebulan ini selalu menyelipkan warta tentang propinsi yang dulu bernama IRIAN ini. Aroma lebay dari pemberitaan ini dikarenakan ilustrasi yang mengiringi hampir tak beranjak dari rekaman entah tahun berapa, karena dalam salah satu screen sang nara sumber berbicara tentang rundingan yang akan dilaksanakan nanti oktober 2009.

Takadakah berita tentang Papua yang tidak ber-bumbu, OPM atau-pun penembakan karyawan perusahaan tambang ?

Papua ini luas, sungguh sangat luas, penulis sempat tinggal dibeberapa kota besar di propinsi ini, sebelum sekarang hampir setahun tinggal di kab. Mamberamo Raya yang masih berupa belantara, dan mulai mengeliat untuk membangun. Gambaran mencekam, was-was, cemas tentang kondisi Papua seperti yang dihidangkan setiap hari nyaris tak pernah terhampar.

Memang Papua bukan lah Pulau Biru-nya lagu-nya Slank, yang sangat aman damai sentosa hingga ga perlu polisi dan jaksa. Persoalan yang terjadi di dalam masyarakat hingga mengusik sendi-sendi keamanan pastilah ada.

Namun apakah kota-kota di Jawa tidak ada kerusuhan buruh, gesekan antar warga, ataupun tindak criminal. Rasa-nya tidak perlu di jawab, pertanyaan ini. Program-program acara hokum dan criminal pada beberapa stasiun meneriakkan itu semua. Arti-nya rasa aman-pun pudar hampir disetiap jengkal nusantara ini.

Coba-lah bila ada waktu prosentasi tempat kejadian perkara, pada acara PATROLI, SERGAP ataupun BUSER. Saya yakin, makan siang anda selama ini lebih banyak ditemani tentang borgol dan darah yang ber-asal dari pulau Jawa. Namun pencitraan tentang gangguan keamanan hampir tak pernah disemat-kan.

Namun berbeda dengan Papua, silahkan anda kunyah berita tentang korban penembakan karyawan tambang, atau gerakan yang sudah ogah, gerah bahkan murka dengan pemerintahan Jakarta sehingga ingin teriak merdeka…merdeka untuk Papua.

Berita tentang perjuangan dinas kesehatan yang keluar masuk hutan, untuk men-data serta memberikan pengetahuan untuk ibu hamil serta balita, pastinya tak ada.

Atau-pun rencana pembangunan gereja megah MARANATHA di tengah belantara, bukan-lah sebuah gula-gula berita.

Jadi pada intinya anatomi Papua sama kok dengan daerah-daerah lain di nusantara yang sedang membangun peradaban. Semua kantor-kantor dinas kementrian juga tidak ber-pangku tangan disini. Program-program pemerintah terus disebarkan dan dikumandangkan.

Tentang kesejahteraan yang masih menjadi cakrawala hingga menuntut merdeka, rasanya saya jadi ter-ingat tentang pemikiran Karl Marx.

Menurut Marx,memangnegara adalah mesin penindasan kelas atas atau borjuis pada kelas lemah atau proletar.

Oleh sebab itu, perlu sebuah revolusi sosial untuk mengubah hal tersebut. Revolusi ini merupakan sebuah cara yang untuk mengubah agar kelas bawah tidak ter-tindas secara ekonomi.

Memang revolusi yang dimaksud Marx sendiri tidak semata-mata perubahan yang terjadi secara cepat. Revolusi, sebagai perubahan sosial yang sangat mendasar, tidak menyisakan apa pun dari keadaan sebelumnya.

Revolusi harus menyangkut perubahan yang sangat fundamental, menyeluruh dan bersifat multidimensional. Di sini, seluruh sendi politik, hukum hingga pemerintahan, digantikan secara radikal.

Dan kelas proletarlah yang harus melakukan revolusi. Kelas proletar adalah kelompok yang tersingkirkan, termiskinkan oleh sistem Negara .

Jadi, kata-lah ada penindasan, ada ketimpangan, ada pem-marginalan di Papua, biarlah Revolusi sosial itu di bidani sendiri oleh kelas-kelas buruh yang ada disini. Opini, berita serta artikel tentang bara Papua justru menambah “bising” laju pembangunan yang sedang berlangsung.

Oh ya sebagai penutup, dan ini hanya bisik-bisik saja,…kalau bicara tentang welfare di Papua, memang masih terus disongsong tapi ..sssssstt hampir tidak ada pemulung yang memunggut sampah hanya untuk makan di sini.

Jadi botol plastik bekas, kertas, kaleng minuman tidak berubah nama di sini tetap sebagai sampah!...Jadi mana yang lebih sejahtera?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun