Satu-satunya Wapres yang lebih akrab dan terkenal hanya dengan inisial namanya: JK.
Sejak beberapa waktu yang lalu sebenarnya saya ingin menganggit tulisan terkait sosok "(pem)beda" di negeri ini sebagai bentuk apresiasi dan rasa terima kasih terhadap kerja, jasa, prestasi, dan pengabdian panjangnya terhadap bangsa ini (meski, siapalah saya).Â
Namun karena belum benar-benar purna masa tugasnya, saya urungkan. Sekarang, pelantikan Presiden dan Wakil Presiden baru sudah dilaksanakan, para menteri sudah dilantik.
Saatnya saya tuliskan, setidaknya untuk menghilangkan "rasa punya hutang" sebagai anak bangsa terhadap sosok yang luar biasa berjasa.
Telah banyak orang yang menguraikan tentang Pak JK, satu-satunya Wakil Presiden yang menjabat Wapres dua kali dengan Presiden yang berbeda, baik dari sisi kegesitan kerja dan kinerjanya meskipun dalam usia yang tak lagi muda, prinsip hidup dan karakternya, serta sejarah dan pemikiran-pemikirannya.Â
Jadi, apa yang saya tuliskan ini hanyalah usaha untuk mencari yang tersisa dari sebanyak cerita tentang sosok JK.
Kita mengenal Pak JK yang begitu lekat dengan beberapa peristiwa dan istilah. Sebut saja peristiwa Perjanjian Helsinki sebagai tonggak perdamaian di Aceh yang sekian tahun bergejolak.Â
JK kemudian dikenal sebagai juru damai dan negosiator ulung, termasuk juga ketika mengatasi beberapa konflik seperti di Ambon, Poso, misalnya. Sebuah prestasi yang tercatat dengan tinta emas dalam perjalanan sejarah bangsa ini.
Menjadi semakin menarik ketika dalam politik dan diplomasi luar negerinya, JK memilih cara "Diplomasi Tangan di Atas";Â sebuah gaya diplomasi yang menjunjung tinggi harkat dan martabat bangsa di mata dunia karena tak hanya menjadi bangsa "peminta" tapi dengan berani memosisikan diri sebagai bangsa "pemberi".
Jika beberapa developing country rajin meminta bantuan kepada negara maju, seperti Amerika Serikat misalnya, maka suatu ketika JK dengan percaya diri pernah menawarkan bantuan kepada Amerika.Â
Ia datang dengan konsep dan rasionalisasi yang matang. Negara adidaya pun dibuat "menganga", sebagaimana pernah ia ceritakan di Mata Najwa.