Mohon tunggu...
Mustaghfirien Analy
Mustaghfirien Analy Mohon Tunggu... -

Mustaghfirien. SH \r\nManager Tools PT Lexcorp Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Relawan “Antara Kerelaan dan Ambisi”

24 September 2014   19:13 Diperbarui: 17 Juni 2015   23:41 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

RELAWAN “ANTARA KERELAAN DAN AMBISI”

PEMILIHAN umum (pemilu) merupakan salah satu pilar demokrasi sebagai wahana perwujudan kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintahan yang demokratis. Pemerintahan yang dihasilkan dari pemilu secara langsung diharapkan menjadi pemerintahan yang mendapat legitimasi yang kuat dari rakyat.

Pemilu menjadi pilar tegaknya demokrasi, di mana rakyat secara langsung terlibat aktif dalam menentukan arah dan kebijakan politik negara, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi mengatakan “semangat pemilu bisa terwujud apabila seluruh komponen bangsa saling bahu-membahu mendukung pelaksanaan pemilu sesuai dengan perundang-undangan (UU No 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD harus dilaksanakan secara efektif dan efisien berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil) dan penghormatan hak-hak politik setiap warga negara” upaya untuk memperbaiki kualitas pelaksanaan pemilu merupakan bagian dari proses penguatan demokrasi serta untuk mewujudkan tata pemerintahan yang efektif dan efisien. Suksesnya pemilu bukan hanya bersandar pada integritas penyelenggaraan dan peserta pemilu. Namun, harus didukung pula oleh seluruh pemangku kepentingan pemilu demi terciptanya sinergitas yang kuat, Sukses tidaknya pelaksanaan pemilu salah satunya ditentukan bagaimana partisipasi masyarakat secara aktif tidak hanya dalam menggunakan hak pilihnya tetapi juga ikut terlibat secara langsung pengawasan dan monitoring dalam proses pemilu. Momentum Pemilu 2014 dengan melibatkan peran serta masyarakat secara aktif diharapkan mampu melahirkan para pemimpin dan negarawan yang tidak semata mengedepankan kepentingan kelompok dan golongannya, tetapi mengedepankan kepentingan bangsa dan negara, terutama kesejahteraan dan keutuhan rakyat Indonesia.

Pada momentum pileg dan pilpres 2014, keterlibatan masyarakat secara langung dibuktikan dengan peran serta para “relawan” yang kemudian muncul dan menggema menyemarakan panggung politik saat itu, mereka hadir demi sebuah cita-cita yang luhur didasarkan pada nilai ketulusan dan keihlasan tanpa mengarapkan insentif apapun.

Keterlibatan relawan yang di dasari atas ketulusan dan keihlasan tersebut kemudian mengalami kemunduran nilai ketika ada kegelintir orang (Oknum) baik secara perseorangan maupun organisasi menuntut dan meminta diikutsertakan dalam tim transisi Jokowi-JK, stikma masyarakat kepada relawan yang selama ini mendukung Jokowi-JK kemudian bergeser dari yang tadinya positif kemudian berubah menjadi negatif. Beragam stikma kemudian muncul baik dari relawan yang mendukung Jokowi-JK sendiri maupun dari pendukung Prabowo-Hatta bermacam-macam stikma seperti relawan dibiayai, relawan minta jatah jabatan dan lain sebaginya. Lebih gilanya lagi, ketika relawan terus ingin menjadi relawan, meski kerja-kerja taktis sebagai relawan politik sudah usai. Apa yang di sampaikan Jokowi-JK paska keputusan MK“kini saatnya kita kembali ke aktifitas kita masing-masing yang nelayan kembali melaut, karyawan kembali bekerja” adalah merupakan sinyal untuk kita para relawan bahwa kerja relawan sudah selesai.

Kata relawan bisa jadi sebagai alat kamuflase yang haus atas kepentingan politik yang diusungnya, Ia digunakan untuk menyembunyikan kepentingan. Jika hal ini yang melembaga, dikhawatirkan kata relawan akan mengalami kemerosotan makna di hadapan masyarakat. Ia tidak akan dipandang sebagai sebutan yang luhur, melainkan sebutan yang selalu mengandung kepentingan di baliknya.

Istilah relawan kini telah dirusak oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, mereka menggunakan istilah relawan demi sebuah jabatan, uang dan kekuasaan belaka padahal istilah relawan dalam konteks momentum politik adalah mengajak partisipasi masyarakat untuk ikut aktif dalam proses demokrasi, disaat semua orang mengalami krisis kepercayaan terhadap partai politik yang selalu berorentasi bagi-bagi kekuasaan dan jabatan. Relawan kemudian muncul baik secara individu maupun organisasi (kelompok independen), dan semua sepakat bahwa Relawan adalah orang yang bekerja dengan semangat pengabdian pada kemanusiaan, dan karenanya mereka bekerja mengabdikan dirinya tanpa pamrih. Mereka bekerja tanpa tendensi kepentingan. Kalaupun ada kepentingan tersirat, itu kepentingan untuk rakyat, bukan kepentingan pribadi dan golongan.

Diahir tulisan saya ini, saya ingin mengajak kepada seluruh relawan yang selama ini mendukung Jokowi-JK “Mari kita kembali pada khitoh perjuangan relawan” yang tulus dan ihlas, tanpa insentif apapun, kita menjadi relawan karena ada kesamaan nilai yang ingin kita perjuangkan.

Semoga idealisme para relawan terus tetap terjaga dan menjadi sepirit kita para anak bangsa dan kita akan tunjukan pada dunia bahwa negara indonesia adalah negara yang masyarakatnya punya HARGA DIRI.

Jakarta 23 September 2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun