Anisa adalah siswa kelas enam SD. Sebagai siswa kelas enam, setiap hari kesibukanya dihabiskan untuk belajar di sekolah bersama teman sekelasnya. Mengingat waktu disekolahnya yang panjang sampai siang, ia tidak mungkin bisa menahan lapar sampai tengah hari. Sebagai alternatif, Anisa meminta sang ibu untuk membuatkan makanan ringan. Kebetulan ia suka makan getuk goreng.
Anisa membawa dua potong getuk goreng dengan berbeda rasa setiap harinya, agar tidak membuatnya merasa bosan. Kadang, rasa gula jawa, durian, coklat dan keju. Uniknya hampir setiap hari Anisa membawa getuk goreng, ia tidak sepenuhnya menghabiskannya. Bukan karena tidak suka, melainkan karena harus di bagi dengan teman-temannya, karena ternyata mereka juga sangat menyukainnya.
Setelah beberapa kali tidak bisa menikmati makanannya sendiri, Anisa meminta kepada ibunya dibuatkan getuk goreng lebih banyak lagi untuk dibawa ke sekolah. Tanpa pikir panjang ibunya langsung membuatkan getuk goreng aneka rasa itu sebanyak 10 biji yang di taruh di dalam tempat makanan yang biasa di bawa olehnya ke sekolah.
Di sekolah, Anisa ternyata menjual getuk goreng aneka rasa yang sudah terlanjur disukai oleh teman-temannya itu dengan harga Rp 1.000,00 per biji. Sepulang sekolah, ia memberikan uang Rp 10.000,00 kepada ibunya. Ibunya pun heran dari mana anaknya mendapatkan uang tersebut, sementara ia hanya memberinya uang saku Rp 5.000,00. Setelah diceritakan, ibunya kaget karena getuk yang dibuatkan gratis untuk tema-temnnya, ternyata oleh Anisa dijual kepada teman-temannya.
Setiap kali Anisa membawa getuk goreng, langsung habis diserbu oleh teman-temannya. bukan hanya teman-temnnya, ternyata ada beberapa gurunya yang menyukai dan membeli getuk goreng buatan ibu Anisa. Oleh ibunya uang hasil penjualan getuk dikumpulkan dan ditabung. Bahkan, uang hasil penjualan getuk itu bertambah, karena Anisa mengusulkan untuk menambah jumlah getuk yang dibawa dan sebagiannya lagi dititipakan ke kantin sekolah. Jumlah total getuk yang dibawa oleh Anisa tidak kurang dari 40 biji setiap harinya.
Anisa sejak kecil memang sering diajak oleh ibunya berjualan di pasar. Dari hasil pengamatan, penglihatan, dan pembelajaran tentang dagang dari sang ibu, ia pun berhasil mengeluarkan kreativitasnya sendiri, hingga ia mampu melihat peluang bisnis yang ada di sekitarnya.
Dari kisah Anisa diatas,orang tua memiliki peranan yang sangat penting dalam mendorang anak untuk mengembangkan kreatiivitasnya, terutama yang berkaitan dengan wirausaha. Termasuk mengajari anak melihat peluang yang ada di sekitarnya, agar mampu menjadi seseorang yang memiliki jiwa kewirausahaan. Mengajarkan peluang kepada anak sangat penting karena ia akan mampu mendayagunakan potensinya untuk maju dan berkembang. Selain mengajarkan peluang kepada anak, orang tua juga perlu mengajari anak untuk berdagang.
Saat membahas bagaimana mengajari anak untuk berdagang, perhatian kita tidak akan lepas dari orang Tiongkok. Bayangkan disetiap sudut kota besar dan kecil di Indonesia, selalu ada orang keturunan Tiongkok berjualan. Begitu lihai dan hebatnya mereka berdagang, sampai-sampai Ibnu Batutah pernah berkata “ Di dunia ini tidak ada orang yang lebih kaya dari pada orang Tionghoa”, kedigdayaan dalam berdagang membuat mereka menjadi kaisar dalam perdagangan. Namun, kerajaan dagang tersebut tidak dibangun dengan sekejap melainkan dengan prinsip-prinsip perdagangan yang orang Tiongkok selama ribuan tahun dan di wariskan ke anak cucu mereka sampai sekarang. Merekalah yang telah mengajarkan nilai-nilai wirausaha pada anak, meskipun masih duduk di bangku sekolah dasar.
Para orang tua Tiongkok mengajari anaknya berdagang dari bawah. Dimuali dengan menyuruh anaknya mengerjakan hal yang sepele, seperti melayani pembeli, mengangkat barang belanjaan, membungkus gula, beras, dan pekerjaan lainnya. Hal ini untuk melatih anak-anaknya agar memiliki pengalaman dagang dari A samapai Z. Pengalaman itu diperoleh dengan melibatkan anak-anaknya secara langsung dalam proses berdagang.
Pengajaran wirausaha anak juga dilakukan dengan berani tanpa malu menjalankan usaha kecil-kecilan. Anak-anak mereka sudah ditanamkan jiwa dagang dengan konsep “Jangan malu” dan “Harus berani”. Mereka menanamkan anak-anaknnya untuk tidak malu mencari uang, meski harus berjualan tetapi malulah jika berhutang, apalagi menjadi peminta-minta. Dengan melatih ketrampilan anak dalam berdagang, diharapkan mereka akan lebih menghargai uang meskipun sedikit.
Pembelajaran kewirausahaan penting dilakukan sejak dini. Hal ini mengacu pada pendapat seorang peneliti anak-anak, Alisaon Gopnik. Ia berpendapat bahwa sebenarnya, anak-anak memiliki otak yang sama dengan para ilmuwan. Anak-anak memiliki otak yang mudah dibentuk, penuh dengan keingintahuan, kecurigaan dan keinginan untuk berhasil melakukan sesuatu. Jika orang tua menginginkan anaknya menjadi pengusaha sukses, maka jiwa entrepreneur wajib ditanamkan sejak dini.