Mohon tunggu...
Musri Nauli
Musri Nauli Mohon Tunggu... Administrasi - Media Ekspresi untuk melihat problema hukum, gejala-gejala sosial dan alam kosmologi Rakyat Indonesia

Saya mencatat peristiwa disekitar saya yang sering diperlakukan tidak adil. Dari kegelisahan saya, saya bisa bersuara. Saya yakin, apa yang bisa saya sampaikan, akan bermakna suatu hari nanti.\r\nLihat kegelisahan saya www.musri-nauli.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sang Dewi Sartika Seluma

14 September 2013   10:32 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:55 400
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1379136336596423660

Seluma. Pasti kita mengernyitkan kening mendengar kata Seluma.

Ya. Seluma nama sebuah Kabupaten di Bengkulu. Sebelumnya Seluma termasuk kedalam Kabupaten Bengkulu Selatan. Kemudian tahun 2003, Kabupaten Bengkulu Selatan dimekarkan menjadi Kabupaten Kaur, Kabupaten Bengkulu Selatan dan Kabupaten Seluma.

Kata Seluma artinya “cabang dari dua sungai”. Satu sungai mengilir ke Sungai Musi sedangkan satu lagi mengilir ke Sungai Bengkulu.

Versi yang lain, kata “seluma” berasal dari kata “seluma” yang berarti “siluman”. Siluman bukan berarti “makhluk halus” tapi “bisa menghilang”.

Tidak ada yang istimewa bagi masyarakat umum mengenai Kabupaten Seluma. Selain “hanya” dikenang” kasus Korupsi Bupati Seluma, Murman Effendi, pertengahan tahun lalu dan kemudian Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Seluma, Bengkulu, Zaryana Rait ditahan KPK Juni 2013.

Perjalanan ke Seluma ditempuh 64 km arah selatan dari Bengkulu. Namun perjalanan tidak terhenti Ibukota Seluma. Perjalanan dilanjutkan ke Desa Rawa Indah yang berjarak 22 km. Sebuah desa yang berkonflik dengna PT. Agri Andalas.

Jangan membayangkan perjalanan “nikmat' dari Seluma ke Rawa Indah. Daerah yang terletak di sepanjang pesisir barat Sumatera harus ditempuh melewati jalan yang tepatnya seperti “kubangan kerbau”. Jalan yang biasa dikenal “Jalan Inggeris”, tidak bisa ditempuh dengna kendaraan biasa. Ketika hari hujan, maka “jangan harap” bisa menggunakan kendaraan biasa. Harus ditempuh dengan kendaraan “double gardan”. Kendaraan yang biasa dipakai sebagai kendaraan “offroad”.

Perjalanan sempat terhenti, ketika mobil “terkapar” di tengah “kubangan kerbau”. Entah memang karena belum “double gardan” belum dipasang, panic atau belum membaca “karakter” jalan. Air sempat masuk kedalam knalpot kendaraan, mesin mati.

Saat kendaraan “terbenam”, mesin mati, ada ketakutan mobil akan terhenti di jalan. Ketika dihidupkan beberapa kali tidak mau. Air kemudian masuk kedalam knalpot mobil. Dibutuhkan “ketenangan” untuk kembali masuk kedalam mobil. Saat starter kendaraan, terdengar suara seperti “mesin pongpong”. Untunglah dengna perlahan mesin mau hidup. Suaranya terdengar keras, asap hitam mengepul. Sembari memijak pedal, suara mesin “diusahakan” stabil, “double gardan' dipasang, barulah mobil keluar dari “kubangan kerbau”.

Memang Harus diperlukan “feeling” melihat lekukan jalan, melihat arah air dan “membaca” ke arah mana jalan yang hendak ditempuh. Selain itu dipastikan mobil harus “ready”, yakin dengna kekuatan mobil dan tentu saja harus didampingi “navigator” handal dan “instruktur” yang “sabar” menuntun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun