Mohon tunggu...
Musri Nauli
Musri Nauli Mohon Tunggu... Administrasi - Media Ekspresi untuk melihat problema hukum, gejala-gejala sosial dan alam kosmologi Rakyat Indonesia

Saya mencatat peristiwa disekitar saya yang sering diperlakukan tidak adil. Dari kegelisahan saya, saya bisa bersuara. Saya yakin, apa yang bisa saya sampaikan, akan bermakna suatu hari nanti.\r\nLihat kegelisahan saya www.musri-nauli.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Generasi Baru “Inspektur Vijay”

17 Januari 2016   10:09 Diperbarui: 17 Januari 2016   10:36 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Melihat sepak terjang KOMBES Krishna Mukti (Dirkrimum Polda Metro Jaya), AKBP Dedi Tabrani (Kapolsek Menteng) dan AKBP Untung Sangaji (Pamen Pusdik Polair) mengingatkan adegan film laga Hollywood. Pertempuran gerilya di kota antara Polisi dengan “gengster” penguasa narkoba yang menembaki membabi buta ke arah kerumuman massa. Dalam adegan “Bad boys” yang kemudian membuat pemeran Detektif Mike Lowrey (Will Smith) dan Detektif Marcus Burnett (Martin Lawrence) menjadi Home Box Office dan meraih platinum. Film bahkan melahirkan seri sekuel tahun 2003.

Atau Generasi sebelumnya lebih mengenal “Inspektur Vijay’, Detektif Polisi yang memberantas kejahatan di Bombay. Inspektur Vijay telah melambungkan Amitabh Bachchan dalam 5 tokoh Inspektur Vijay dalam film Zanjeer, Deewar, Hera Pheri, Trishul, Don dan Shahenshah. Amitabh Bachchan kemudian menjadi legenda menjadi aktor yang paling dikenang sepanjang massa dari Bollywood.

Dengan berpakain “necis” terbaru, model terkini, gaya anak muda “membuat citra polisi sebagai wujud yang “sangar” kemudian terpinggirkan. Ketiganya tetap trendy gaya anak muda masa kini yang “gaul” sambil otak-atik “blogger”, bikin status di FB, twitter dan path yang menjadi “ikon” gaya masa kini.

Walaupun sudah memegang pangkat yang cukup tinggi (di daerah dengan pangkat AKBP apalagi Kombes sudah dipastikan duduk nyaman di ruang sofa yang nyaman) dan jabatan sudah mentereng (Direktur dan Kepala Satuan Polisi), namun fisik mereka tetap terjaga. Ditunjang dengan badan yang tetap atletis, berlari mengitari dan mengejar teroris membuktikan mereka cukup “rajin berolahraga”.

Ditambah wajah yang cukup ganteng sehingga membuat kekaguman terhadap pemberantasan terorisme menjadi berita yang cukup “fresh”. Berita terorisme tidak “direcoki” dengan umbar wajah korban, darah berceceran ataupun bau bom meledak. Tidak salah kemudian, impian masyarakat Polisi masa depan telah hadir.

Ya. Kebutuhan polisi sebagai pelindung dan pengayoman masyarakat tidak Cuma “sekedar slogan”. Polri sebagai organisasi keamanan “mengalami” reformasi dan menikmati masa indah reformasi. Lahirnya UU No. 2 Tahun 2002 dan meletakkan Polisi sebagai alat keamanan kemudian mengalami berbagai ujian yang panjang.

Pola ala militer yang “diajarkan” di pendidikan di Kepolisian “Sulit” untuk dihilangkan. Bahkan Prof. Soetandyo Wignjosoebroto pernah mengungkapkan, diperlukan satu generasi untuk menghilangkan pola ala militer dan mengembalikan fungsi kepolisian di kurikulum kepolisian. Dengan menghitung rentang waktu UU No. 2 Tahun 2002, maka diletakkan fungsi kepolisian diperlukan waktu minimal 10 tahun untuk melihat hasil efektif pola pendidikan.

Belum lagi materi HAM, penegakkan hukum yang mengedepankan hukum dan keadilan, berdiri di atas kepentingan publik dan menghindarkan “pola kekerasan” dalam setiap proses upaya paksa. Bahkan dibukanya akses transparansi dan mekanisme pertanggungjawaban (akuntabilitas) membuat polisi cukup mengikuti perkembangan dan terus berbenah.

Waktu kemudian berjalan. Pelan tapi pasti. Setiap upaya reformasi mengalami keberhasilan.

Generasi satu berganti dengan generasi lainnya. Buah reformasi mulai menikmati hasilnya.

Lahirnya generasi Krishna Mukti,Dedi Tabrani,Untung Sangaji “mewakili” generasi “anak muda” yang mulai memegang posisi kunci di Kepolisian. Dengan gaya trendy, mengedepankan “humanisme”, kongkow-kongkow di tempat masyarakat banyak, bergaul dan luwes dengan masyarakat namun tetap tegas terhadap kejahatan selain memberikan harapan kepada masyarakat juga memberikan rasa aman kepada publik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun