Setelah “menemui” Sang Bijaksana, Sang Raja bersedia menerima nama yang disodorkan. Sang Raja bersedia “melantik” dihadapan rakyat banyak.
Tapi keragu-raguan Sang Raja tidak bisa ditepis. Sang Raja mengirimkan “mata-mata” untuk mencari kesalahan. Sang Raja terus “menjalin” hubungan rahasia dengan dubalang.
Sang dubalang kemudian mendapatkan informasi penting. Raja yang baru dilantik “pernah mencuri”.
Sang Raja kemudian bergembira. Maka disampaikan kepada rakyat banyak. Raja yang baru dilantik pernah mencuri. Sang Raja kemudian menyerahkan kepada dubalang.
Namun kegembiraan sang Raja hanya sebentar. Pengganti Sang Raja belum ditemukan.
Maka diadakan sayembara untuk mencari “Putra Mahkota”.
Berduyun-duyun kemudian “mengikuti sayembara”. Berduyun-duyun kemudian “memamerkan kesaktian sang Raja.
Sang Raja bingung. Peserta sayembara tidak berkenan di hati Sang Raja. Peserta sayembara tidak “meyakinkan Sang Raja.
Tapi Sang Raja harus “memilih” pemenang sayembara.
Upacara pelantikan pengganti Sang Raja “sedang disiapkan”. Upacara akan digelar di alun-alun rakyat dan disaksikan rakyat banyak.
Belum dilaksanakan upacara pelantikan, tiba-tiba datang kabar dari telik sandi di perbatasan negara. Kabar “kurang baik”. Kabar dari telik sandi meminta kepada Sang Raja agar tidak melantik upacara. Kabar dari telik sandi “harus” didengar. Negeri akan guncang apabila Sang Raja tetap melantik.