Mohon tunggu...
Musolli Moez
Musolli Moez Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

sastra, iya, aku yakin punya jiwa itu, walaupun tak seorangpun yang lahir dari rahim ibuku menajdi sastrawan. tapi aku merasa aku dilahirkan dari rahim yang mempunyai selera santra. iya, akan menjadi sastrawan handal pada jamannya.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Mungkinkah Memutus Mata Rantai Korupsi dari Dunia Kampus?

8 Juli 2013   22:44 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:49 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

0leh: Musolli*

Tidak jarang di dunia kampus mengadakan kegiatan (baca: seminar) dengan mengangkat tema memutus mata rantai korupsi dari dunia kampus ini, hal ini seiring dengan idealisme yang ada dalam diri mahasiswa sebagai makhluk kampus. Mereka sering geram dengan kelakuan para pejabat yang semena-mena dalam menggunakan uang rakyat, tidak amanah, ingkar janji dan berbagai sematan yang di layangkan pada wakil rakyat yang membudayakan dunia korup di negeri ini. Mahasiswa sebagai agent of control selalu mengikuti perkembangan dan kebijakan yang di buat untuk negeri ini, mereka akan bergejolak bila kebijakan yang dibuat menyengsarakan rakyat karena fungsi mereka juga sebagai penyambung lidah rakyat.

Mareka (mahasiswa) akan mengundang narasumber yang dianggap sejalan dengan tema yang di angakat tersebut, narasumber yang dianggap mumpuni untuk memberikan solusi dari tema yang diangkat. Tidak tanggung-tanggung seminarnya dapat berlevel nasional, mengundang narasumber yang sudah tidak diragukan lagi di kancah nasional. Dengan semangat itu, panitia berusaha mencari peserta sebanyak-banyaknya, agar mahasiswa yang ada di kampusnya dan atau diluar kampusnya dapat sepaham dan punya keinginan memutus mata rantai korupsi dari dunia kampus dengan mengikuti seminar yang di adakannya.

Mungkin tidak asing ditelinga kita, bahwa korupsi sudah menjadi budaya di negeri kita ini, secara tidak langsung dengan mengatakan demikian tidak mungkin rasanya untuk sekedar mengurangi tingkat korupsi yang menjalar hampir keseluruh aspek di negeri ini. Karena menganggap sudah menjadi budaya maka anggapan masyarakat tentang korupsi ini menjadikannya sebagai hal yang biasa dan bukan sesuatu yang pantas di kurangi atau bahkan terhapus sama sekali dari negeri ini. Penulis merasa risih dengan mengatakan korupsi sebagai budaya, dimana budaya itu mayoritas haruslah dijaga keberadaannya, karena itu bentukan dari suatu komunitas manusia. Walaupun tidak begitu dengan “budaya” korupsi, tapi penyebutan budaya pada korupsi menjadikan mindset masyarakat umum berubah tentang upaya pemberantasan korupsi di negeri ini, masyarakat akan menganggapnya hanyalah permainan di balik permainan.

Dengan mengadakan seminar memutus mata rantai korupsi dari dunia kampus, diharapkan dapat mengubah mindset yang menganggap “budaya” korupsi sebagai budaya yang harus dilestarikan atau sebagai budaya yang biasa dan tidak akan pernah ada solusi kongkrit untuk sekedar mengurangi permasalahan tersebut. Karena korupsi tidaklah harus menjadi budaya yang selalu menggejala dinegeri ini, karena bagaiamanapun korupsi akan menyengsarakan rakyat yang diperas untuk memenuhi kewajibannya tanpa mendapatkan hak-haknya.

Namun demikian, tujuan memberikan pemahaman kepada peserta seminar tercapai dengan baik, akan tetapi panitia yang sebenarnya menginginkan pengetahuan dan pencerahan tentang “budaya” korupsi belum tentu semuanya mendapatkan itu, karena kenyataan dilapangan panitia malah sibuk sendiri, ngobrol ngalor ngidul diluar forum seminar, membuat forum sendiri yang tidak ada hubungannya dengan pemutusan mata rantai korupsi. Akhirnya mereka hanya dapat melaksanakan seminar dengan sukses namun tidak mendapat ilmu dari kegiatan yang diadakannya.

Di dunia kampus banyak bibit koruptor

Terlepas dengan adanya seminar memutus mata rantai korupsi dari dunia kampus, di lapangan banyak indikasi bahwa bibit korup sudah menjadi hal yang biasa di dunia kampus, terbukti dengan banyak kalangan yang aktif di organisasi kemahasiswaan baik intra maupun ekstra yang notabene organisasi non profit malah mengambil keuntungan dari organisasi tersebut. Hal yang sangat tidak pantas terjadi menurut penulis, karena dengan begitu mereka sudah membiasakan diri menanamkan dalam diri mereka kebiasaan korup yang mereka sendiri sering menentangnya.

Menjadi “kaya” dari organisasi non profit adalah sebuah tanda Tanya besar yang harus diajukan terlebih dahulu, lebih-lebih di dunia kampus, mayoritas mereka yang berperan adalah mereka yang menentang adanya budaya korup di negeri ini. Bagaimana bisa demikian? Inilah pertanyaan besar yang harus dijawab bersama. Di lain sisi mereka (mahasiswa) menginginkan budaya korup terputus mulai dari kampus, namun di sisi lain merekalah yang membudayakan korup di dunia kampus. Menjadikan organisasi yang non profit untuk praktek mencari keuntungan adalah sangat tidak pantas, karena tujuan dari organisasi tersebut adalah bagaimana berjuang dan mengabdi untuk mencapai visi dan misi organisasi bersama.

Maka dari kenyataan tersebut, perlu kiranya dipertanyakan idealisme mahasiswa yang terdapat dalam diri mahsiswa pada masa kini. Apakah idelismenya sudah ideal atau hanya gejolak darah muda yang tidak terkendali dan labil. Dengan begitu dapat diambil suatu gambaran umum tentang tidak baiknya “budaya” korupsi, mengembalikan semangat anti korupsi pada jalan yang semestinya. Memulai dari diri sendiri, lingkungan dan dunianya sekarang.

Maka perlu kiranya dari paparan awal hingga akhir ini, dapat tersublimasi nilai anti korupsi pada tiap mahasiswa yang mempunyai semangat untuk memutus mata rantai korupsi dimulai dari dunia kampus. Menjadikan idelalisme mahasiswa seideal mungkin, untuk memberantas korupsi sampai pada akarnya. Membuang dan atau mengikis budaya tidak baik ini, budaya yang menyengsarakan rakyat, mengembalikan fungsi mahasiswa sebagai penyambung lidah rakyat, yang sering tertindas karena ulah para wakil rakyat. Semoga.

*Penulis adalah mahasiswa IAIN Sunan Ampel Surabaya Jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin dan Pengamat Sosial Masyarakat Kampus.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun