Mohon tunggu...
Musni Umar
Musni Umar Mohon Tunggu... -

Sociologist and Researcher, Ph.D in Sociology, National University of Malaysia (UKM)

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Pemerintahan SBY Sebaiknya Tidak Seperti Kuda yang Harus Dipecut

30 Maret 2014   19:07 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:17 941
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13961601721919365232

[caption id="attachment_329221" align="aligncenter" width="624" caption="Presiden Susilo Bambang Yudhoyono/Kompasiana (Dok. Instagram Presiden Susilo Bambang Yudhoyono/KOMPAS.com)"][/caption]

Dwi Andari dari TV ONE dan dua rekannya, pada 28 Maret 2014  menelpon saya untuk wawancara tentang Keluarga Badri yang Tinggal di Kandang Kerbau Ditinjau dari Aspek Sosiologis.

Wartawati TV ONE itu berada di Kampung Bobojong, RT 04 RW 03,  Desa Balekambang, Kecamatan Nagrak, Kabupaten Sukabumi untuk meliput Badri yang mempunyai empat anak dan seorang isteri  yang tinggal di kandang kerbau majikan di kampung tersebut.

Pada 29 Maret 2014 pukul 15.oo wib,  Dwi Andari dan dua rekannya tiba dikediaman saya di Cipete Selatan, Cilandak,  Jakarta Selatan.  Dalam wawancara, saya mengawalinya dengan  menjawab pertanyaan Dwi Andari dengan mengemukakan bahwa kasus Badri sekeluarga tak obahnya puncak dari gunung es yang sebenarnya orang-orang seperti Badri masih sangat banyak jumlahnya di Indonesia.

Belum kering dari ingatan kita tentang kasus Aisyah,  di kota Medan yang baru berusia 8 tahun, terpaksa harus mengayuh becak, mengemis di jalanan untuk mendapatkan uang dalam rangka merawat dan memberi makan kepada bapaknya  yang sakit, sudah terungkap lagi kasus Badri dan keluarganya yang tinggal dikandang Kerbau milik majikannya.  Ini terjadi karena kemiskinan yang dialami.

Orang-orang seperti Badri dan Aisyah, juga sangat banyak di Jakarta.  Pada 26 Maret 2014, saya presentasi dihadapan Wakil Gubernur DKI Jakarta tentang pentingnya mengatasi kondisi di Johar Baru Jakarta Pusat yang saking padatnya setiap meter persegi dihuni 17 orang, sehingga mengakibatkan timbulkan banyak masalah seperti gantian tidur kalau malam, pendidikan anak-anak amat memprihatinkan, pengangguran dan kemiskinan merajalela.

Gagal Memberantas Kemiskinan

Kalau mau jujur, sebenarnya pemberantasan kemiskinan yang dilakukan pemerintah sudah gagal.  Penyebabnya, pertama, sistem yang dijalankan pemerintah justeru melestarikan kemiskinan itu sendiri. Hal itu sesuai  analisis fungsional yang dikemukakan Robert K. Merton bahwa kemiskinan perlu dipertahankan untuk melestarikan sistem yang ada.

Kedua, hampir semua program pengentasan kemiskinan yang dilaksanakan pemerintah fokus utamanya bukan memecahkan kemiskinan, tetapi sekedar melaksanakan program pengentasan kemiskinan.

Ketiga, tidak ada kemauan politik (political will) dan keberanian politik (political courage) yang sungguh-sungguh untuk mengatasi masalah kemiskinan dengan memecahkan akar permasalahan utama  yang menjadi penyebab kemiskinan.

Oleh karena itu, dana pengentasan kemiskinan yang sangat besar jumlahnya, tidak memberi pemecahan tentang kemiskinan secara signifikan.  Pemerintah melalui BPS selalu memberitakan adanya penurunan jumlah orang-orang miskin,  tetapi sejatinya kemiskinan tidak turun.  Batas miskin yang dipergunakan BPS untuk mengukur dan menghitung jumlah orang-orang miskin sangat rendah, yaitu  kalau berpenghasilan sekitar 1 dolar Amerika Serikat perhari, dianggap sudah tidak miskin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun