Kemarin sore menjelang magrib (24/11/2014) di saat hujan turun lebat, saya ke bilik (kamar) kerja Irawadi Batubara, Wakil Rektor II Bidang Keuangan Universitas Ibnu Chaldun (UIC) Jakarta.
Kami terlibat dalam perbincangan tentang kenaikan BBM. Dia mengatakan bahwa kenaikan BBM terasa agak berat juga walaupun naiknya hanya Rp 2000/liter, tetapi untuk jangka menengah dan jangka panjang, baik bagi Indonesia.
Pertama, pemerintah mempunyai dana untuk membangun infrastruktur yang amat diperlukan untuk menggerakkan produksi dan ekonomi rakyat seperti membangun bendungan, pengairan, jalan, pelabuhan dan sebagainya.
Selama hampir 18 tahun tidak ada pembangunan bendungan, pengairan, jalan desa yang menghubungkan sentra hasil pertanian dengan kota dan pelabuhan. Hasilnya Indonesia menjadi importir semua jenis kebutuhan dalam negeri seperti beras, jagung, kedelai, buah-buahan, garam dan lain-lain. Dampak negatifnya, devisa kita terkuras untuk membayar barang-barang konsumsi yang didatangkan dari luar negeri, yang sejatinya bisa diproduksi sendiri bangsa Indonesia, sehingga dapat dikatakan, kita membangun bukan semakin memperkaya petani dan bangsa Indonesia, tetapi semakin memperkaya petani dan bangsa lain.
Kedua, pemerintah mempunyai dana untuk membangun kesehatan masyarakat dan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas supaya kuat dan dan mampu bersaing di pentas nasional dan global.
Kita tahu bahwa MPR dalam amandemen UUD 1945 telah menetapkan anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari APBN dan APBD. Akan tetapi, anggaran pendidikan tetap belum cukup untuk membiayai pendidikan di semua sekolah terutama di sekolah swasta. Pemerintah hanya mampu mendanai sekolah negeri, sementara sekolah swasta terabaikan. Padahal anak-anak dari masyarakat bawah, pada umumnya sekolah di swasta karena tidak mampu bersaing untuk masuk di sekolah negeri.
Maka kartu Indonesia pintar (KIP) merupakan upaya memeratakan pendidikan bagi semua, serta kartu Indonesia sehat (KIS) adalah upaya untuk memeratakan kesehatan.
Ketiga, bisa mengurangi tekanan defisit anggaran yang selalu ditutup dengan utang baru. Selama Presiden SBY berkuasa 10 tahun, defisit anggaran selalu ditutup dengan utang baru. Maka tidak mengherankan, jika jumlah luar negeri Indonesia di akhir pemerintahan SBY telah mencapai Rp 2.277 triliun (Seknas Fitra, 19/1/2014).
Sebagai informasi, selama Presiden SBY berkuasa telah mewariskan utang sebesar Rp 1,299 triliun (Merdeka.com. 9 Juli 2014).
Indonesia Mandiri
Terobosan yang dilakukan Presiden Jokowi dan Wapres JK dengan menaikkan harga BBM terasa berat bagi rakyat.