Kemarin (23/4/32015) TRANS 7, Detik.com, Republika Online, Merdeka.com dan tadi malam Detik.com mewawancarai saya tentang pesta bikini yang dilakukan siswi SMA di hotel mewah di DKI Jakarta dengan tiket dari Rp 150.000 s/d 5.000.000.
Hasil wawancara saya terbit dengan tajuk 1) “Heboh Pesta Bikini Anak SMA, Sosiolog: Ini Imitasi Budaya Global” (detikNews, 24/4/2015). 2) Sosiolog Prihatin Ada Pesta Bkiini Anak SMA untuk Lepas Penat UN (DetikNews, 23/4/2015). 3) Anak SMA Pesta Bikini, Sosiolog: Simbol Rusaknya Moral (Republika Online, 23/4/2015), 4) Pelajar SMA Labil Mudah Tergiur Ajakan Pesta Bikini (Merdeka.com, 23/4/2915).
Sebelum ini, publik dihebohkan pula peristiwa pembunuhan Deudeuh Alfi Syahrin di Tebet Jakarta Selatan oleh Rio Santoso. Rio membunuh Deudeuh karena tersinggung dikatakan badannya bau ketika berhubungan seks.
Peristiwa tersebut sangat ramai diberitakan media dan penulis banyak dimintai pendangan karena membuka tabir prostitusi melalui media sosial. Deudeuh menggunakan media sosial untuk mendapatkan langganan dengan bayaran dari Rp 350.000 s/d 1.500.000 sekali melakukan hubungan seks.
Sebagai sosiolog yang banyak dimintai pandangan oleh media tentang dua peristiwa tersebut dan peristiwa-peristiwa sosial lainnya, terus berpikir bagaimana memecahkan berbagai persoalan sosial yang terjadi di masyarakat, terutama memulai dari mana untuk memperbaiki masyarakat?
Mulai dari Keluarga
Para pakar sosial telah mengemukakan berbagai pandangan tentang masalah tersebut. Pertanyaannya, pertama, memulai dari mana untuk memperbaiki masyarakat yang sebagian sudah rusak moralnya. Kedua, kapan harus diperbaiki. Ketiga, apa yang harus diperbaiki?
Alqur'an sebagaimana tercantum dalam surat Attahrim ayat 6 Allah memandu, membimbing dan mengajarkan kepada orang-orang yang beriman dan seluruh umat manusia sesuai firmanNya: “Hai orang-orang yang beriman jagalah diri kamu dan keluargamu dari api neraka”.
Pemecahan masalah sosial yang digambarkan diatas, suka tidak suka dan mau tidak mau harus memulai dari diri sendiri dan keluarga, yang dicontohkan kepala keluarga dan isteri sebagai ibu dari anak-anak.
Keluarga sebagai miniatur masyarakat, bangsa dan negara, memegang peranan sentral dalam kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Kalau setiap keluarga beriman, bertakwa, berakhlak, berkualitas, dan sejahtera, maka otomatis masyarakat, bangsa dan negara akan baik.
Sebaliknya kalau keluarga tidak beriman, tidak bertakwa, tidak berakhlak mulia, tidak berkualitas dan tidak sejahtera, maka akan melahirkan masyarakat, bangsa dan negara seperti yang terjadi di dalam keluarga.