Mohon tunggu...
Musni Umar
Musni Umar Mohon Tunggu... -

Sociologist and Researcher, Ph.D in Sociology, National University of Malaysia (UKM)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Musni Umar: Korupsi Merajalela Akibat Budaya Permisif dan Hedonis

20 Februari 2014   13:17 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:39 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia



Korupsi merupakan persoalan paling krusial di Indonesia karena telah menjadi budaya. Penghela utama merajalelanya korupsi di Indonesia karena budaya masyarakat yang permisif dansudah hedonis, sehingga mereka yang mempunyai kekuasaan memanfaatkan kekuasaannya untukmemperkaya diridengan menghalalkan segala cara,karena beranggapan bahwa masyarakat tidak akan menghukum jika korupsi. Masyarakat justru akan memberi tempat yang terhormat jika kaya dan suka berderma. Selain itu, kalau pensiun dari jabatan yang disandang, tetap bisa hidup mewah dan bersenang-senang.

Ciri-ciri budaya permisif, pertama, serba boleh, tidak jelas mana yang halal dan haram.Kedua, tidak taat hukum atau aturan. Ketiga, serba bebas. Tidak mau terikat dengan aturan atau hukum. Keempat, agama hanya dijadikan sebagai ritual, tidak dihayati dan diamalkan dalam prilaku dan perbuatan sehari-hari. Kelima, berbuat semau gue, sesuka hati.

Adapun penghela yang lain merajalelanya korupsi ialah prilaku hedonis.Hedonismemenurut Wikipedia Eksiklopedia Bebas adalah pandangan hidup yang menganggap bahwa orang akan menjadi bahagia dengan mencari kebahagiaan sebanyak mungkin dan sedapat mungkin menghindari perasaan-perasaan yang menyakitkan. Hedonisme merupakan ajaran atau pandangan bahwa kesenangan atau kenikmatan merupakan tujuan hidup dan tindakan manusia.

Untuk mewujudkan prilaku dan budaya hedonis, maka mereka yang mempunyai kekuasaan di eksekutif (pemerintah), legislatif (parlemen) dan yudikatif (kehakiman), tidak takut untuk berbuat korupsi.

Dengan demikian, ciri-ciriorang yang hedonis.Pertama, menganggap bahwa kesenangan dunia merupakan tujuan.Kedua,untuk mewujudkan kesenangan, maka tidak segan-segan melakukan korupsi.Ketiga, demi mencapaikesenangan, berani melakukan apa saja dengan segala cara demi mencapai kenikmatan dalam hidup.

Cara mencegah korupsi

Untuk mengakhiri budaya permisif terhadap korupsi, diperlukan langkah pencegahan dan partisipasi semua pihak. Pertama, pendidikan anti korupsi sejak dini, yang dimulai dari rumah tangga.

Kedua, orang tua harus mendidik anak-anaknya untuk mengamalkan ajaran agama, sikap jujur, rajin belajar dan bekerja keras untuk meraih sukses.

Ketiga, sekolah harus menjadi institusi untukmenceagh korupsi, karena sekolah sangat trategis mendidik anak-anak sekolah memahami bahaya korupsi. Oleh karena itu, kepala sekolah dan para guru harus berada digarda depan untuk mendidik anak-anak sekolah tidak saja cerdas, tetapi juga berakhlak mulia, jujur, dan tidak melakukan praktik yang dapat dikategorikan korupsi dan perbuatan tidak benar yang merupakan cikal bakal untuk berbuat korupsi seperti meniru dalam ujian, menyontek dan sebagainya.

Ketiga, lingkungan pergaulan dan di dalam masyarakat harus ditanamkan kesadaran bahwa untuk sukses dan menjadi kaya harus bekerja keras dan bukan dengan korupsi.

Keempat, hidup sederhana.Mulai dari Presiden, Wakil Presiden dan semua penjabat di pusat dan daerah, saatnya hidup sederhana.Ini amat penting untuk mencegah masyarakat hidup hedonis.

Perlu Terobosan

Selain pencegahan, diperlukan terobosan dalam pemberantasan korupsi. Saya mengusulkan supaya penerima dan penikmat hasil korupsi dihukum seberat-beratnya, jika perlu hukuman mati atau hukuman seumur hidup.Sementara pemberi korupsi dibebaskan, karena dalam praktik mereka memberi suap karena terpaksa dan dipaksa.

Menghukum penerima suap dan pemberi suap telah menyebabkan mereka menutup serapat-rapatnya perbuatan korupsi yang dilakukan.Untuk menghilangkan perselingkuhan pemberi dan penerima suap, diperlukan terobosan hukum yang berani dan diluar dari kebiasaan yaitu hanya penerima korupsi yang dihukum seberat-beratnya.Jika ini dilakukan, tidak akan ada yang berani menerima suap di parlemen, di eksekutif dan yudikatif karena takut dilaporkan oleh pemberi suap.

Selain itu, masyarakat juga akan takut menerima suap dalam praktik politik, karena khawatir dilaporkan pemberi suap kalau kalah dalam perebutan kekuasaan dalam pemilu terutama dalam pemilu legislatif dan pemilu Presiden 2014 ini.

Musni Umar adalah Sosiolog, penulis buku “Korupsi di Era Demokrasi” dan "Korupsi Musuh Bersama".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun