Mohon tunggu...
Musni Umar
Musni Umar Mohon Tunggu... -

Sociologist and Researcher, Ph.D in Sociology, National University of Malaysia (UKM)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Musni Umar: Darurat Prostitusi, di Mana Peran BKKBN?

27 April 2015   11:07 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:38 377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14301131311965721748

[caption id="attachment_412991" align="aligncenter" width="624" caption="Ilustrasi/Kompasiana (Shutterstock)"][/caption]

Pagi ini (27/4/2015), saya bersama Muamar Emka, pengamat prostitusi tampil menjadi narasumber dalam dialog yang membahas “Darurat Prostitusi”.

Prostitusi atau pelacuran menurut Muamar Emka, bukan hanya sekarang marak dan menjadi darurat, tetapi sejak dulu telah menjamur di DKI Jakarta dan di berbagai kota di seluruh Indonesia.

Pelacur yang beroperasi di DKI Jakarta, menurut dia bukan penduduk DKI Jakarta, tetapi mereka yang datang dari Jawa Barat, Banten, dan daerah-daerah lain. Mereka sekarang beroperasi di apartemen, yang khusus disewa untuk tempat melakukan prostitusi, di tempat kos-kosan ataupun di hotel-hotel dengan menggunakan media sosial untuk sarana promosi dan transaksi seks.

Prostitusi menurut saya, sangat berkaitan erat dengan 5 (lima) permasalahan. Pertama, pendidikan. Mereka yang menjadi pelacur, mayoritas berpendidikan rendah. Dengan pendidikan rendah, tidak bisa diterima bekerja di sektor formal seperti di pemerintah ataupun di swasta. Sementara untuk membuka usaha sendiri, tidak ada modal, keterampilan, tempat berusaha, izin usaha, dan sebagainya. Satu-satunya cara yang bisa dilakukan untuk hidup layak ialah menjadi pelacur seperti yang dilakukan Deudeuh Alfi Syahrin, yang dibunuh oleh teman kencannya.

Pelacuran semakin tidak terkendali karena rumah tangga gagal mendidik anak-anak mereka menjadi manusia yang kuat iman dan takwanya, berpendidikan, dan berkualitas. Selain itu, pendidikan di sekolah hanya mengajarkan kognitif, yaitu ilmu pengetahuan, sementara pendidikan akhlak tidak diberikan.

Sejatinya setiap guru pada saat mau memberi mata pelajaran, menggunakan waktu 5 sampai 10 menit untuk memberi pencerahan dan penyadaran kepada anak didik dengan mengambil contoh kasus yang hampir setiap hari terjadi di masyarakat.

Dengan demikian, guru tidak hanya menjadi pengajar tetapi juga menjadi inspirator, pencerah, penyadar, dan pembebas seluruh anak didik dari hal-hal yang melanggar hukum, agama, adat-istiadat dan budaya.

Kedua, ekonomi. Pada umumnya mereka yang menjadi pelacur, dari kalangan masyarakat bawah, berpendidikan rendah dan orang tuanya miskin. Mereka menjadi pelacur, ada yang direkrut dari kampung halaman dengan janji mau dipekerjakan sebagai penjaga restoran, penjaga tokoh, dan sebagainya.

Akan tetapi, setelah tiba di Jakarta, mereka dijadikan sebagai pekerja seks. Untuk keluar dari lembah hitam tidak mudah, karena biasanya orang tua mereka di kampung sudah diberi uang, begitu juga perempuan yang direkrut menjadi pekerja seks sudah menerima uang dengan perjanjian akan dipotong dari gaji mereka. Oleh karena itu, para pekerja seks banyak yang terjerat dan sulit keluar dari perangkap yang menjerat mereka. Lama-kelamaan mereka beradapotasi dan tidak mau keluar dari pekerjaan sebagai penjaja seks karena mereka mudah mendapat uang sehingga bisa menyewa apartemen, mengirim uang ke orang tua, hidup senang dan dapat memenuhi lifestyle.

Ketiga, sosial. Prostitusi semakin marak dilakukan karena masyarakat tidak berpartisipasi dalam membangun moralitas masyarakat. Ada budaya yang ditumbuhkan tidak mau terlibat dalam pencegahan prostitusi dan berbagai persoalan di masyarakat karena tidak ada undang-undang yang melindungi mereka. Dalam banyak kasus, mereka yang melakukan inisiatif untuk mencegah hal-hal yang melanggar hukum, acap kali mendapat masalah dan bahkan dijadikan sebagai tersangka dengan tuduhan mencemarkan nama baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun