Mohon tunggu...
Musni Umar
Musni Umar Mohon Tunggu... -

Sociologist and Researcher, Ph.D in Sociology, National University of Malaysia (UKM)

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menata Ibukota yang Manusiawi dan Berbudaya

8 September 2016   17:56 Diperbarui: 8 September 2016   19:09 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sore ini, 08 September 2016, saya bersama Ridwan Saidi dan Indro Tjahyono menjadi narasumber dalam diskusi panel dan deklarasi BARRI (Barisan Rizal Ramli) dengan tajuk "Menata Ibukota yang Berbudaya dan Manusiawi".

Saya memulai dengan mengutip tulisan yang saya tulis tahun 2013 dalam buku saya yang diberi judul “Bang Jokowi dan Bang Ahok Bangun Jakarta Baru” dengan kata sambuta Gubernur DKI Jakarta Ir. H. Joko Widodo.   

Dalam  Bab V bertajuk Jakarta Baru, pada halaman 151-163, saya kemukakan tentang permasalahan di DKI Jakarta yang harus diatas yaitu  ketidakadilan ekonomi, kemiskinan, korupsi,pengangguran, banjir dan macet.

Setelah Gubernur Jokowi digantikan oleh Wakil Gubernur DKI Basuki T. Purnama melaksanakan amanah sebagai pemimpin Jakarta hampir lima tahun lamanya, harus diakui berbagai keberhasilan yang dilakukan seperti pelayanan terpadu di kelurahan, kecamatan dan walikota cukup baik, kebersihan lingkungan yang meningkat, pembangunan ruang publik terpadu ramah anak (RPTRA) di kawasan padat, saluran air (drainase) semakin baik, pembangunan non tol meningkat, dan sebagainya.

Akan tetapi permasalahan utama di DKI Jakarta yang saya kemukakan dalam buku saya masih belum terpecahkan.  Bahkan dalam beberapa aspek semakin memburuk dilihat dari aspek sosiologis. 

Pertama, masalah ketidak-adilan ekonomi semakin meningkat, yang dicerminkan tingginya tingkat kesenjangan ekonomi di DKI Jakarta.  Dalam ukuran ekonomi, ketimpangan di Ibukota sangat kentara. Gini ratio atau indeks ketimpangan DKI Jakarta mencapai 0,46, atau pada urutan tertinggi dibandingkan provinsi lain di Indonesia (BeritaSatu.com, Senin, 02 Mei 2016 | 21:43).

Kedua, masalah kemiskinan.  Menurut BPS (2015) Jumlah penduduk miskin di DKI Jakarta pada bulan September 2015 sebesar 368,67 ribu orang (3,61 persen).  Garis Kemiskinan (GK) bulan September 2015  sebesar Rp 503.038per kapita per bulan (Sumber: Berita Resmi Statistik BPS Prov. DKI, No.04/01/31/Th. XVIII, 04 Januari 2016}

Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta telah merilis bahwa jumlah penduduk miskin di Jakarta mengalami kenaikan yakni sebesar 15.630 orang atau meningkat 0,14 poin dibandingkan tahun sebelumnya.

Jumlah penduduk miskin di DKI berdasarkan batas garis kemiskinan menurut BPS, yaitu  Rp 503.038perkapita berbulandi bagi 30 hari, maka menjadi Rp 16.768 perkapita perhari. 

Kalau berpenghasilan Rp 16.768 ke atasperkapita perhari, maka dikatakan sudah tidak miskin.  Pertanyaannya, apakah ada warga DKI Jakarta yang bisa hidup dengan penghasilan tiap kepala perhari sebesar Rp 16.768

Ketiga, masalah korupsi.  Saya memberi apresiasi yang dilakukan Gubernur Basuki T. Purnama untuk mencegah merajalelanya korupsi di DKI Jakarta seperti yang dipersepsikan publik. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun