Mohon tunggu...
Musni Umar
Musni Umar Mohon Tunggu... -

Sociologist and Researcher, Ph.D in Sociology, National University of Malaysia (UKM)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

La Tuakhir ‘Amalal Yaumi Ilal Ghadi

3 Juli 2016   09:19 Diperbarui: 3 Juli 2016   16:07 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menjelang akhir puasa Ramadhan 1437 H,  saya menurunkan tulisan yang saya beri tajuk “La Tuakhir ‘Amalal Yaumi Ilal Ghadi” (Jangan Tunda Pekerjaan Hari ini Sampai Besok).

Saya berharap tulisan ini bisa memotivasi seluruh bangsa Indonesia  supaya mengambil hikmah (manfaat) dan pelajaran dari pelaksanaan ibadah puasa, supaya budaya lama bangsa Indonesia termasuk di kalangan Pegawai Negeri Sipil/Aparatur Sipil Negara yang lamban, lelet, kurang  disiplin, suka menunda pekerjaan, tidak menghargai waktu, tidak progresif, dan tidak professional,  usai melaksanakan ibadah puasa berubah prilaku dan budaya menjadi disiplin waktu seperti disiplin saat buka puasa, sahur, shalat, bayar zakat fitrah,dan sebagainya, karena disiplin dan tidak menunda pekerjaan merupakan budaya modern yang harus diamalkan bangsa Indonesia agar bisa maju dan mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain di dunia.

Untuk memprovokasi seluruh bangsa Indonesia terutama yang sedang mengakhiri ibadah puasa, saya meminjam ungkapan yang amat sering digaungkan di kalangan santri “La Tuakhir ‘Amalal Yaumi ilal Ghadi” (jangan tunda pekerjaan hari ini sampai besok). 

Ungkapan serupa sering kita dengar dan baca dengan kalimat “things to do today”, “don’t wait for tomorrow”, “don’t wait until tomorrow”.

Pentingnya melaksanakan pekerjaan hari ini dan tidak menunda sampai besok, disuarakan oleh Leo Sayer, seorang musisi terkenal berkebangsaan Inggris dan menetap di Australia, dia menyanyikan lagu yang diberi tajuk “Don’t Wait until Tomorrow”.  Saya kutip secara lengkap lagu yang didendangkan Leo Sayer

Don't wait until tomorrow  It may come too late  Don't wait until tomorrow
 Only fools hesitate  Take hold of every chance  That's offered to you Don't say it can wait That never will do
 Don't wait until tomorrow  'Cos it won't wait for you  Well I wonder sometimes
 What the future will be  And all that it tells me  Is wait and see  Should I let the wind carry me
 Like a wave on the shore  But I don't want my life  To just pass me by  When I think I'll grow old
 It just makes me cry  There's too much to do and to say  And I don't have the time  It's all a waste of time
 Don't wait until tomorrow  The waiting's no fun   Don't wait until tomorrow   Tomorrow never comes
 Take hold of every chance  That's offered to you  Don't say it can wait  That never will do
 Don't wait until tomorrow  'Cos it won't wait for you.

Revitalisasi Budaya Lama

Nenek moyang kita mengajarkan pepatah “alon-alon waton kelakon”, yang sering dimaknai “biar lambat asal selamat”.

Pepatah tersebut telah menjadi bagian dari kehidupan mayoritas bangsa Indonesia dan telah menjadi budaya.   Bahkan di kalangan Aparatur Sipil Negara (dahulu disebut Pengawai Negeri Sipil (PNS) sangat kental pengamalan budaya tersebut, misalnya ungkapan “Kalau Bisa Diperlambat Mengapa Harus Dipercepat”.  Itu sebabnya JK nama panggilan Muhammad Jusuf Kalla, Wakil Presiden RI mengungkapkan semboyan “lebih Cepat Lebih Baik”.

Menurut saya, pepatah “Alon-alon Waton Kelakon” yang telah diresapi, diamalkan dari satu generasi ke generasi berikutnya dan bahkan telah menjadi budaya bangsa Indonesia, suka tidak suka dan mau tidak mau harus direvitalisasi dengan menegaskan “Biar Cepat Asal Selamat”.  Maksudnya suatu pekerjaan harus dikerjakan dengan penuh ketelitian, kehati-hatian supaya selamat, tetapi harus dikerjakan dengan cepat”.

Maka ungkapan “Lakukan Hari Ini Jangan Tunda Besok”, sangat relevan dikemukakan untuk dilaksanakan,  karena mayoritas bangsa Indonesia termasuk mereka yang bekerja dan mengabdi di hampir semua institusi di Indonesia, mulai dari institusi swasta, perguruan tinggi, parlemen, pemerintahan dari pusat sampai di tingkat kelurahan/pedesaan, lembaga yudikatif dan sebagainya, belum menyadari dan mengamalkan pentingnya disiplin dalam seluruh lapangan kehidupan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun