Mohon tunggu...
Musni Umar
Musni Umar Mohon Tunggu... -

Sociologist and Researcher, Ph.D in Sociology, National University of Malaysia (UKM)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Golden Opportunity dan Bangsa Kuli

5 Desember 2015   09:30 Diperbarui: 5 Desember 2015   10:22 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pada 10-11 November 2015, aktivis 77/78 menyelenggarakan peringatan 38 tahun Ikar Mahasiswa Indonesia, yang dihadiri para mantan aktivis mahasiswa 77/78 yang pernah belajar di berbagai perguruan tinggi di Indonesia, aktivis mahasiswa dan aktivis sosial di Bandung.

Peringatan 38 tahun Ikrar Mahasiswa Indonesia cukup semarak, karena diisi pembicara dari para mantan aktivis mahasiswa dari berbagai latar belakang keilmuan dan semuanya kritis terhadap situasi dan kondisi bangsa Indonesia.

Saya termasuk salah seorang pembicara dengan topik “Membangun Indonesia Baru dari Pendidikan”.
Pembicara yang banyak mendapat perhatian dan tepukan tangan ialah Rizal Ramli, Menteri Koordinator Maritim dan Sumber Daya RI.

Rizal Ramli mengemukakan 4 (empat) golden opportunity yang Tuhan berikan kepada Indonesia dan gagal dimanfaatkan untuk membangun kesejahteraan seluruh bangsa Indonesia.
Menurut dia, Indonesia sudah merdeka 70 tahun, tetapi yang benar-benar menikmati kesejahteraan baru 20 persen, sementara 80 persen dari total penduduk Indonesia belum pernah menikmati kesejahteraan.

Golden Opportunity

Golden opportunity yang Tuhan berikan kepada bangsa Indonesia, menurut Rizal Ramli, pertama, kenaikan harga minyak, yang sering disebut oil boom. Oil Boom pertama terjadi pada tahun 1973/1974, harga minyak di pasar dunia melonjak dari US$1.67/ barrel (1970 menjadi US$ 11.70/barrel (1973/1974). Oil Boom kedua terjadi pada tahun (1979/1980). Harga minyak yang telah mencapai US$ 15.65/ barrel (1979) melonjak lagi menjadi US$ 29.50/ barrel (1980), terus melonjak US$ 35.00 (1981–1982) (http://nunung-kyeopta.blogspot.co.id/2012/05/peran-oil-boom-bagi-kehidupan.html, 5/12/2015).

Kedua, kayu atau timber. Indonesia memiliki kekayaan alam berupa kayu dari berbagai macam jenis yang mempunyai harga tinggi. Kayu tersebut ditebangi dan dijual dalam bentuk gelondongan. Puluhan tahun kayu Indonesia ditebangi dan dijual gelondongan, hasilnya tidak membawa kemajuan bagi bangsa Indonesia, malah sebaliknya, menimbulkan malapetaka berupa banjir dan longsor karena hutan habis digunduli, kayunya ditebangi dan dijual.

Ketiga, ikan. Golden opportunity ketiga yang Tuhan berikan kepada bangsa Indonesia ialah kekayaan laut berupa ikan yang hidup di perairan Indonesia yang amat luas, sekitar 3.273.810 km² dan garis pantai terpanjang kedua setelah Kanada seluar 95.181 km². Lautan luas Indonesia telah menjadi habitat paling ideal bagi satwa dan biota laut seperti ikan, terumbu karang, lobster, rumput laut dan lainnya untuk hidup dan berkembang biak. Para pakar menyebutkan, potensi ekonomi laut Indonesia senilai US$ 1,2 triliun per tahun. Akan tetapi, selama puluhan tahun lamanya ikan Indonesia dicuri dengan menggunakan kapal-kapal asing.

Keempat, sumber daya alam berupa tambang. Indonesia memiliki kekayaan sumber daya alam yang luar biasa, yang disebut Rizal Ramli sebagai golden opportunity keempat yang Allah berikan kepada bangsa Indonesia seperti minyak bumi, gas bumi, batu bara, timah, bijih besi, tembaga, mangan, bauksit, nikel, emas dan perak, aspal alam, fosfat, batu gamping, batu pualam,intan, batu galian seperti kaolin, pasir kuarsa dan lain sebagainya.

Keempat golden opportunity yang Allah berikan kepada Indonesia gagal dimanfaatkan untuk sebesar-besar bagi kemakmuran seluruh bangsa Indonesia. Salah bukti kegagalan, Indonesia sudah merdeka 70 tahun, tapi pendidikan mayoritas bangsa Indonesia (76 %) hanya tamat Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan tidak tamat Sekolah Dasar (SD).

Bangsa Kuli

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun