Mohon tunggu...
Musni Umar
Musni Umar Mohon Tunggu... -

Sociologist and Researcher, Ph.D in Sociology, National University of Malaysia (UKM)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mengenang Nurcholish Madjid: Islam, Keindonesiaan, dan Reformasi

28 Agustus 2016   08:01 Diperbarui: 29 Agustus 2016   03:03 1170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Kompasianer Dwiki Setiyawan

Pemikiran Cak Nur banyak ditentang oleh para tokoh Islam di masa itu, tetapi bak anjing menggonggong kafilah lalu.  Pemikirannya terus digulirkan, yang sekarang ini semakin banyak yang mengikutinya, tetapi kemiskinan, dan kebodohan yang masih banyak dialami bangsa Indonesia, menyebabkan pemikirannya baru terbatas di kalangan cendekiawan dan kelas menengah, sehingga belum bisa mengubab Indonesia menjadi negara modern, maju dan sejahtera.   

Keindonesian dan Reformasi

Pemikiran keislaman Cak Nur selalu dikaitkan dengan keindonesian  Dia merumuskan tentang nilai-nilai Islam yang melekat pada bangsa Indonesia.

Bangsa Indonesia mempunyai nilai-nilai yang termaktub dalam Pancasila. Pancasila merupakan pengejawantahan dari masyarakat Indonesia yang majemuk. Ia merupakan nilai-nilai luhur yang amat cocok dengan bangsa Indonesia, namun sebagai ideologi bangsa, tidak relevan jika Pancasila ditafsikan sekali untuk selamanya.

Menurut Cak Nur, Pancasila sebagai acuan bangsa Indonesia mengandung nilai-nilai luhur yang mencakup kebinekaan Indonesia dan menjadi pemersatu bangsa ini. Seluruh aktivitas seharusnya mengarah pada suatu konvergensi nasional dengan penuh optimistik. Konvergensi ini adalah sautu hasil bentuk saling pengertian dan berakar dalam semangat kesediaan untuk memberi dan menerima.

Hal yang menarik dalam interpretasi Cak Nur tentang sila pertama yaitu bahwa sila tersebut seharusnya bukan “Ketuhanan Yang Maha Esa”, melainkan “Taqwa dan Ridla Tuhan” sebagai semangat keislaman. Namun, sebenarnya tidak perlu dipersoalkan tentang kepermanenan itu, hanya saja, dalam penafsirannya lebih mengena dengan tafsiran taqwa dan ridla Tuhan.

Terakhir, yang tidak boleh dilupakan adalah jasa Cak Nur dalam reformasi, yang dengan tegas dan berani berkata kepada Presiden Soeharto supaya mengundurkan diri sebagai Presiden RI untuk menghindari gejolak politik yang parah, ketika bangsa Indonesia mengalami krisis kepemimpinan pada tahun 1998.

Atas saran Cak Nur, Presiden Soeharto akhirnya mengundurkan diri dari jabatannya dan terhindarlah bangsa Indonesia dari perpecahan dan pertumpahan darah. 

Akan tetapi, kalau Cak Nur masih hidup, maka akan menangisi hasil reformasi yang belum bisa menghadirkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Allahu a’lam bisshawab

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun