Indonesia sudah merdeka 70 tahun lebih, nasib sebagian besar rakyat Indonesia masih merana. Rizal Ramli, Menteri Koordinator Kemaritiman dan Sumber Daya RI mengatakan bahwa nikmat kemerdekaan selama ini belum dirasakan semua masyakarat Indonesia. Menurut dia, pada usia RI yang ke-70 tahun, hanya 20 persen masyarakat Indonesia yang betul-betul merasakan kesejahteraan.
“Ini 70 tahun merdeka, rakyat kita yang betul-betul sudah merdeka, maksudnya menikmati kesejahteraan, bisa hidup lumayan, masih 20 persen. Tugas negara, bagaimana yang 80 persen ini bisa menikmati apa manfaat dari pada kemerdekaan itu,” kata Rizal usai memimpin upacara HUT RI ke-70 di Kantor Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Jakarta, Senin (17/8/2015).
Masalah tersebut mengingatkan saya sebagai penandatangan Ikrar Mahasiswa Indonesia poin ketiga yang pernah dideklarasikan pada tanggal 28 Oktober 1977 di Institut Teknologi Bandung (ITB) “bertekad tetap menggalang kesatuan dan selalu dalam kebersamaan untuk memperjuangkan kebenaran dan keadilan demi kepentingan rakyat”.
Setelah 38 tahun berlalu saat dideklarasikan Ikrar Mahasiswa Indonesia tersebut, Indonesia belum banyak berubah dalam kesejahteraan rakyat.
Para elit telah silih berganti memimpin negeri ini, tetapi rakyat masih banyak yang belum benar-benar menikmati arti kemerdekaan yang sejati. Mereka yang pernah menjadi aktivis dan pemimpin mahasiswa setelah menyelesaikan pendidikan dan terjun ke dalam masyarakat, banyak yang larut dalam pragmatisme.
Pejuang Kebenaran
Sejatinya para pemimpin mahasiswa di masa dahulu, sekarang dan di masa depan, harus terus mempertahankan idealisme dan konsistensi dalam memperjuangkan kebenaran dan keadilan demi kepentingan rakyat.
Untuk menjadi pejuang kebenaran dan keadilan, setidaknya harus dilakukan 5 (lima) hal. Pertama, mempunyai visi yaitu mimpi besar untuk membawa bangsa Indonesia maju dan sejahtera. Visi ini harus dielaborasi menjadi misi dan diperjuangkan di manapun dan kapanpun selagi hayat dikandung badan.
Kedua, terus meningkatkan kualitas dan profesionalisme. Sebagai mantan aktivis dan pemimpin mahasiswa, tidak ada pilihan kecuali terus meningkatkan kualitas individu dengan terus belajar sampai di jenjang pendidikan paling tinggi, banyak membaca dan menulis.
Selain itu, tidak bosan-bosannya meningkatkan profesionalisme. Harus ada kepakaran (skill) sebagai sarana untuk mendapatkan kehidupan yang layak.
Dua hal itu harus dimiliki seorang mantan aktivis dan pemimpin mahasiswa agar tetap eksis dan mampu menjalankan visi, misi sebagai pejuang kebenaran dan keadilan demi kepentingan rakyat.