Mohon tunggu...
Musni Umar
Musni Umar Mohon Tunggu... -

Sociologist and Researcher, Ph.D in Sociology, National University of Malaysia (UKM)

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Musni Umar: Selamatkan Indonesia Jangan Hantar Politisi ke Penjara

21 Februari 2014   14:11 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:36 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13934970941715045478

[caption id="attachment_325053" align="alignleft" width="300" caption="Sumber gambar dari Google"][/caption]

Musfihin Dahlan, Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar, yang dalam pemilu 2014 menjadi calon legislatif (caleg) di daerah pemilihan (dapil) III Banten, dalam pembincangan dengan penulis, mengemukakan bahwa dalam kegiatan sosialisasi (kampanye) ke masyarakat di daerah pemilihannya, dia selalu mengajak rakyat jangan hantar politisi ke penjara.

Menurut dia, kalau rakyat tidak berubah, tetap memilih calon anggota legislatif yang membayar dengan bayaran yang terbesar, maka sebenarnya rakyat ikut menghancurkan Indonesia dan menghantar politisi ke penjara.

Sekarang sudah terbentuk budaya politik dikalangan rakyat jelata, yang sebenarnya diajarkan oleh para politisi pengejar singgasana kekuasaan di legislatif dan di di eksekutif,bahwa rakyat memilih dengan imbalan sembako dan uang.

Oleh karena itu, saya memberi apresiasi yang tinggi kepada Musfihin Dahlan dan teman-teman aktivis yang menjadi caleg dalam pemilu 2014 karena tetap memegang idealisme.Saya yakin, Musfihin Dahlan bisa mendapat bantuan dana dari konglomerat hitam, karena sebagai mantan wartawan dan mantan anggota DPR RI memiliki jaringan yang luas, tetapi dia tidak melakukan karena idealisme, maruah dan kemuliaan.

Musfihin Dahlan dan para caleg lainnya yang masih idealis, menghadapi tantangan berat sebab harus bersaing antar sesama caleg di internal partainya dan antar partai politik untuk merebut dukungan suara terbanyak dalam pemilu 2014 yang tinggal menghitung hari.

Caleg seperti Musfihin Dahlan dan caleg lainnya, sudah sepantasnya kita memilih mereka,  insya Allah memberi manfaat dan kebaikan bagi rakyat, bangsa dan negara Indonesia yang kita cintai.

Pendapatan Anggota DPR

Sebenarnya tidak masuk akal para caleg mengeluarkan dana yang sangat besar seperti yang dituturkan Pramono Anung, Wakil Ketua DPR RI,ada pengusaha yang mengeluarkan uang hingga Rp 22 miliar untuk meraih kursi di Senayan (Detiknews, Selasa, 03/12/2013).

Begitu juga Aryo Djojohadukusumo, keponakan Prabowo berani merogoh Rp 6 milyar untuk nyaleg (Detiknews, Minggu, 26/01/2014), dan para caleg lainnya yang berani menggelontorkan dana yang besar untuk meraih kursi DPR di Senayan.

Oleh karena, dalam hitungan bisnis yang normal adalah  rugi kalau mengeluarkan dana seperti disebutkan di atas.

Menurut Surat Edaran Setjen DPR RI No KU.00/9414/DPR RI/XII/2010 tentang struktur gaji anggota DPR yang terdiri atas gaji pokok dan tunjangan serta penerimaan lain-lain, setiap bulannya, seorang anggota DPR minimal mengantongi gaji Rp 51,5 juta. Ini adalah besaran take home pay anggota Dewan setiap bulannya.Besaran gaji pokok dan tunjangan tersebut sama untuk semua anggota Dewan. Hanya saja, mereka yang memiliki jabatan sebagai pimpinan alat kelengkapan dewan (AKD) bisa membawa pulang gaji Rp 2-3 juta lebih banyak (Kompas.com, Kamis, 12 Mei 2011).

Kalau dihitung semuanya ditambah biaya tunjangan, biaya reses, dan gaji ke-13, maka setiap anggota DPR RI per tahun kira-kira menerima total upah mencapai Rp 1 miliar per tahun (Tribunnews.com, Kamis, 21 Februari 2013 03:35 WIB)

Masa kerja anggota DPR RI adalah 5 (lima) tahun, jika dikalikan dengan total penghasilan setiap tahun, maka setiap anggota DPR RI maksimal penghasilan mereka selama lima tahun menjadi anggota DPR adalah sebesar Rp 5 milyar.

Uang sebesar itu, harus dipotong macam-macam seperti sumbangan ke partai politik anggota DPR,ke konstituen kalau reses ke daerah pemilihan,belanja keluarga sehari-hari, dan lain-lain, diperkirakan seorang anggota DPR selama lima tahun di Senayan, bisamenabung tidak lebih dari 50 persen uang yang diterimanya.

Pertanyaannya, mengapa banyak caleg yang berani mengeluarkan dana puluhan milyar rupiah untuk meraih kursi di Senayan?Jawabannya, karena jabatan sebagai anggota DPR RI didapat dua hal, pertama,kehormatan.Para anggota parlemen mendapat penghormatan di pemerintah dan masyarakat.

Kedua, bisa melipat-gandakan kekayaan.Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah memberi buktidengan banyak menangkap angota parlemen karena korupsi.

Rugi Memilih Mereka

Memilih mereka yang berani menghamburkan uang dalam pemilu, akhirnya yang rugi adalah rakyat, bangsa dan negara.Pertama, tidak memberi manfaatapa-apa bagi kemajuan rakyat, bangsa dan negara.

Kedua, terlibat korupsi. KPK sudah banyak menangkap tangan anggota parlemen yang terlibat korupsi dari APBN.Yang belum banyak diungkapkanadalah korupsi dengan memanfaatkan kedudukan sebagai anggota parlemen untuk memajukan bisnis pribadi, keluarga dan rekan-rekannya.

Ketiga, tidak memikirkan apalagi memperjuangkan perbaikan nasib rakyat jelata (wong cilik) yang telah memilih mereka, karena diberlakukan “politik beli putus”.Rakyat telah dibeli suaranya dalam pemilu, maka usai pemilu tidak ada lagi urusan dengan rakyat.

Keempat, merusak rakyat jelatakarena prilaku menyogok rakyat dalam pemilu berarti membudayakan korupsi di masyarakat Indonesia.

Kelima,merusak Indonesia.Bangsa dan negara Republik Indonesia merajalela korupsi di semua lapisan masyarakat.

Last but not least, memilih mereka yang menyogok rakyat dalam pemilu, akhirnya menghantar politisi yang bersangkutan berurusan KPK dan masuk penjara.

Oleh karena itu, rakyat Indonesia, yang masih sehat rohani, jasmani dan memiliki kesadaran, apapun profesi, kedudukan,dan pendidikannya, saatnya bangkit menyelamatkan Indonesia.Ayo bangkitberkampanye tidak memilih para caleg yang menyogok rakyat jelata.Kalau terpaksa karena miskin, ambil uangnya dan jangan pilih mereka. Selamatkan Indonesia, selamatkan Indonesia, selamatkan Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun