Presiden Jokowi dan Wapres JK telah telah dilantik 20 oktober 2014, yang berarti sampai hari ini 01 Januari 2015, keduanya telah memimpin Indonesia selama dua bulan 21 hari.
Sejak memimpin Indonesia, Presiden Jokowi dan Wapres JK tetap menampakkan kesederhanaan. Keduanya tidak berubah dari pakaian, perkataan dan tindakan yang mencerminkan slogan “lebih cepat lebih baik”.
Kecepatan bertindak kedua pemimpin Indonesia itu, belum sepenuhnya bisa diimbangi para menteri seperti ketika terjadi longsor di Banjarnegara, Jawa Tengah, kebakaran pasar Klewer di Solo, dan ketika pesawat AirAsia jatuh, para menteri terkait, nampak kalah gesit dengan Presiden dan Wapres.
Maka walaupun para menteri baru dua bulan lebih memimpin kementerian, sudah mulai muncul penilaian di masyarakat, yang selayaknya dijadikan pemicu dan pemacu untuk bekerja lebih keras agar tidak kena resuffle (pergantian) dalam perombakan kabinet yang sewaktu-waktu bisa saja dilakukan jika para menteri tidak menunjukkan kinerja yang optimal dan memuaskan.
Oleh karena itu, mereka harus bekerja keras melaksanakan program Jokowi-JK yang sudah dikampanyekan dalam pemilu Presiden yang lalu. Tidak mudah bagi menteri yang tidak memiliki kepakaran dan pengalaman dalam bidang yang dipercayakan kepadanya, karena tidak ada waktu untuk belajar. Mereka harus bekerja dan langsung tancap gas, seperti yang dilakukan menteri Susi Pudjiastuti.
Era sekarang, sangat berbeda dengan era Orde Baru dan era sebelum Presiden Jokowi dan Wapres JK, sebab para menteri tidak hanya dituntut untuk bekerja keras, tetapi juga menjadi pelayan masyarakat.
Banyak Masalah
Sementara itu, sangat banyak masalah yang tidak pernah diselesaikan, yang bersumber dari pelaksanaan pembangunan yang membuat sebagian rakyat menjadi korban pembangunan. Walaupun jargon pembangunan sering dikumandangkan “pembangunan dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat”.
Akan tetapi, dalam kenyataan banyak sekali rakyat berkorban. Demi pembangunan, rakyat dipaksa menyerahkan tanah mereka dengan harga murah demi pembangunan. Pada hal setelah ditelusuri, tanah milik rakyat tidak jarang dipergunakan untuk membangun mall, hotel dan kepentingan swasta.
Para pejabat pemerintah berkolusi dengan pengusaha, sehingga secara langsung maupun tidak langsung, rakyat dikorbankan. Praktik kongkalingkong antara para pejabat pemerintah dan pejabat negara dengan pengusaha terus berlangsung sampai di era Orde Reformasi.
Praktik kolusi antara para pejabat pemerintah dan pejabat negara di semua tingkatan, telah menyebabkan setidaknya terjadi 5 (lima) hal. Pertama, rakyat di semua tingkatan sangat rendah tingkat kepercayaannya kepada para pejabat pemerintah dan pejabat negara. Ini terjadi akibat para pejabat pemerintah dan pejabat negara, lebih banyak berpihak kepada pemodal daripada rakyat.