Rumah inap Sultan Siak XII merupakan rumah bersejarah yang juga disebut istana hinggap berdiri pada tahun 1929 yang dibangun oleh arsitektur dari Belanda yang mempunyai aliran model rumah Eropa dan Turki sampai saat ini rumah tersebut masih berdiri kokoh karena semua bangunannya terbuat dari beton dan semua yang ada pada bangunan rumah tersebut masih asli mulai dari pintu, daun jendela serta teralis besi yang ada pada jendela rumah tersebut rumah ini terletak di jalan Senapelan Gg pInggir di belakang SMK 2 Muhammadiyah Pekanbaru.
Rumah ini dahulunya adalah milik Haji Zakaria yang pada zaman kerajaan Siak dikenal sebagai Mufti besar di kesultanan Siak Sri Indrapura yang bergelar Datuk Khadi Haji Zakaria rumah ini merupakan rumah tempat bermalamnya Sultan Siak XII apabila berkunjung ke Pekanbaru, sekarang rumah ini dimiliki oleh haji Syahril Rais yang merupakan suami dari Hj Nurlis Yahya yang merupakan cucu dari haji Zakaria pemilik awal rumah ini.
Rumah ini pernah dijadikan tempat berkumpulnya dan tempat mengadakan rapat rapat penting para pejuang yang ingin negeri ini lepas dari tangan penjajahan Belanda, para pejuang ini dipimpin oleh M.Amin (Ketua Serikat Dagang Islam) daerah Kampar (sewaktu itu adalah kota Pekanbaru termasuk juga daerah Kampar). Pasukan bawah tanah itu disebut sebagai Pasukan Jihad Fisabilillah (Tahun 1934 s/d 1939).
Tahun 1939 akhir rumah ini dilarang oleh Belanda untuk tempat berkumpul orang-orang Serikat Dagang Islam dan beberapa orang pengurusnya ditangkap dan ditahan di rumah ini.
Keluarga Tuan Khadi juga disuruh pindah oleh Belanda dan kemudian Tuan Khadi pun pindah ke rumah mertua Tuan Khadi di tepi Sungai Siak (sekarang rumah mertua Tuan Khadi tersebut sudah diganti rugi oleh Pemko Pekanbaru dan sekarang rumah tersebut diberi nama oleh Pemko Pekanbaru dengan nama Rumah Singgah Tuan Khadi).
Setelah rumah tersebut kosong, rumah tersebut dikuasai Belanda dan dijadikan markas Belanda, sejak saat itu Sultan Syarif Kasim tidak pernah lagi menginap di Pekanbaru. Kalau Sultan ke daerah Tapung, Sultan hanya singgah di rumah mertua Tuan Khadi (tuan Kadi meninggal dunia tahun 1937 di Siak dan dikebumikan di Kompleks Kuburan Istana Siak).
Pada tahun 1939 selain dijadikan markas Belanda, rumah ini juga pernah dijadikan Rumah Sakit Belanda sampai dengan tahun 1942.
Tahun 1942 Jepang masuk, di rumah ini dan sekitarnya terjadi kontak senjata antara tentara Belanda dengan Jepang. Semua tentara Belanda yang ada di rumah ini menjadi tawanan Jepang. Akhirnya rumah ini juga dijadikan rumah tahanan oleh Jepang sampai dengan awal tahun 1945.
Di tahun 1945 Indonesia merdeka dan rumah ini sempat dikibarkan bendera merah putih di halaman rumah ini yaitu pada tanggal 17 Agustus 1945 pukul 13. 00 WIB dan paginya pada pukul pukul jam 6. 30 pada tanggal 18 Agustus 1945. Bendera merah putih tersebut dipindahkan di sekitar taman Puskesmas (jalan Ahmad Yani sekarang) semua itu dilakukan oleh tentara PETA yang dilatih oleh Jepang di bawah pimpinan Abdullah salah satu putra pangkalan kelahiran Pekanbaru dengan panggilan Dulah Anco. Pada akhir tahun 1945 rumah ini kembali ditempati oleh pemiliknya yang bernama Yahya Zakaria (Anak tunggal Khadi Zakaria) sampai dengan tahun 1949.
Pada agresi Belanda kedua yaitu pada tahun 1949, rumah ini kembali ditinggalkan oleh keluarga Yahya Zakaria dan mengungsi ke daerah Tapung (Pantai Cermin) dan pada saat itu rumah ini kosong dan dijadikan Pos eks tentara PETA.