Mohon tunggu...
Ahd Zulfikri Nasution
Ahd Zulfikri Nasution Mohon Tunggu... Freelancer - Pengamat Politik

Manusia Merdeka

Selanjutnya

Tutup

Politik

Palestina Diombang Ambing

8 November 2024   10:27 Diperbarui: 8 November 2024   10:55 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Daily WireInput sumber gambar

Kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden AS tahun 2024 bisa membawa dampak besar pada dinamika geopolitik Asia Pasifik, sekaligus berimbas pada konflik yang telah lama berlangsung antara Palestina dan Israel di Timur Tengah. Kebijakan luar negeri Trump yang cenderung pragmatis, terutama melalui pendekatan "America First,"                                      

berpotensi menciptakan perubahan dalam hubungan AS dengan Asia Pasifik, sekaligus memperkuat kebijakan di Timur Tengah yang dapat memengaruhi proses "pembebasan" politik di kawasan tersebut, khususnya dalam konflik Palestina-Israel.

Trump kemungkinan akan melanjutkan kebijakan yang memfokuskan lebih banyak energi pada Timur Tengah daripada Asia Pasifik. Dengan mengurangi komitmen terhadap sekutu-sekutu tradisional di Asia, seperti Jepang dan Korea Selatan, AS dapat menciptakan ruang yang lebih besar bagi China untuk memperkuat pengaruhnya di kawasan tersebut. Hal ini bisa melemahkan pengaruh AS di Asia Pasifik, yang pada akhirnya berisiko mengurangi kapasitas AS untuk menjaga stabilitas geopolitik di kawasan ini dan memberikan China kebebasan untuk memperluas jaringan politik dan ekonominya tanpa hambatan signifikan dari AS.

Di Timur Tengah, khususnya dalam konflik Palestina-Israel, Trump cenderung berpihak pada Israel. Selama masa kepresidenannya sebelumnya, Trump memindahkan Kedutaan Besar AS ke Yerusalem dan mendukung sejumlah kebijakan yang memperkuat posisi Israel di kawasan. Jika kembali terpilih, Trump kemungkinan besar akan melanjutkan pendekatan ini, yang dapat memperpanjang ketegangan di antara Palestina dan Israel. Namun, pendekatan "deal-making" Trump mungkin juga berusaha menciptakan kesepakatan pragmatis antara negara-negara Arab dengan Israel, seperti yang dilakukan melalui Kesepakatan Abraham.

Kesepakatan Abraham, yang difasilitasi Trump pada masa jabatan sebelumnya, mendorong beberapa negara Arab untuk menormalisasi hubungan dengan Israel. Jika Trump terpilih kembali, ada kemungkinan dia akan memperluas perjanjian ini untuk menarik lebih banyak negara Arab, dengan harapan menciptakan stabilitas dan mengisolasi Palestina dalam upaya damai sepihak dengan Israel. Ini berpotensi menguntungkan Israel secara politik, tetapi sekaligus meningkatkan isolasi Palestina dan memperkecil dukungan internasional untuk kemerdekaannya.

Di bawah kepemimpinan Trump, Palestina menghadapi lebih sedikit dukungan dari AS, dengan pemotongan bantuan dan kurangnya diplomasi yang mendukung solusi dua negara. Jika kebijakan ini diteruskan, Palestina akan semakin terpinggirkan, sementara AS memperkuat aliansi dengan negara-negara Arab yang pro-Israel. Namun, ada kemungkinan bahwa kebijakan AS yang memihak Israel ini akan mendapat reaksi dari beberapa negara Timur Tengah, yang mungkin merasa perlu menunjukkan solidaritas terhadap Palestina untuk menjaga dukungan publik domestik.

Dengan pendekatan yang lebih pragmatis, Trump mungkin akan fokus pada stabilitas ekonomi dan politik yang cepat di Timur Tengah daripada perubahan rezim atau pembebasan politik. Hal ini bisa menciptakan lingkungan yang menguntungkan bagi negara-negara di Timur Tengah yang mendukung kebijakan AS, tetapi pada saat yang sama dapat menimbulkan ketidakpuasan rakyat Palestina dan kelompok pro-Palestina yang menuntut keadilan dan pengakuan kedaulatan.

Kemenangan Trump pada 2024 dapat memperlemah pengaruh AS di Asia Pasifik, yang akan semakin memperkuat posisi China di kawasan tersebut. Sementara di Timur Tengah, kebijakan Trump yang cenderung pro-Israel dan pragmatis mungkin menguntungkan stabilitas hubungan dengan negara-negara Arab, tetapi dapat memperburuk ketegangan antara Palestina dan Israel. Trump kemungkinan akan terus mendukung Israel, memperluas Kesepakatan Abraham, dan menciptakan aliansi baru, tetapi hal ini juga bisa berujung pada isolasi Palestina serta mengurangi peluang bagi terciptanya solusi dua negara yang adil.

Dalam skenario ini, pembebasan politik di Timur Tengah mungkin terbatas pada kepentingan ekonomi dan stabilitas yang pragmatis, sementara tuntutan Palestina untuk kemerdekaan dan kedaulatan tetap menjadi isu yang kompleks tanpa penyelesaian jangka panjang yang jelas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun