Mohon tunggu...
Muslimin Harist Pratama
Muslimin Harist Pratama Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Political science, Andalas university

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Generasi Emas Minang, Dimana Engkau Kini?

24 April 2014   06:20 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:16 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Oleh : Muslimin

Lahirnya bangsa Indonesia ini tidak terlepas dari keberadaan generasi emas Minangkabau pada saat itu, dimana dalam perjuangan perebutan kemerdekaan Indonesia dari tangan bangsa penjajah sangat kental dengan keberadaan tokoh yang berasal dari Minangkabau. Sebut saja, Mohammad Hatta, H. Agus Salim, M. Yamin, Sutan Sjahril, Tan Malaka, Rohana Kudus, Abdul Muis, Chairil Anwar dan masih banyak tokoh minangkabau lainnya yang tidak dapat disebutkan satu-persatu ikut serta dalam membebaskan rakyat Indonesia dari cengkraman para penjajah pada masa lalu, bahkan tokoh-tokoh yang berasal dari Minangkabau tidak hanya memperlihatkan kehebatannya dalam tataran Indonesia saja akan tetapi banyak yang menjadi tokoh besar dalam tataran Internasional. Seperti, Presiden pertama Singapura Yusof bin Ishak yang merupakan orang Minangkabau dan tokoh yang lainnya.

Dalam sejarah, Minangkabau memang telah melahirkan banyak tokoh yang luar biasa. Orang Minangkabau atau juga dikenal dengan istilah orang Minang ataupun “urang awak” yang luar biasa tersebut lahir tidak lepas dari kebudayaan Minang itu sendiri. Di Minangkabau ada yang dikenal dengan istilah “Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah” (Adat bersendikan hukum, hukum bersendikan Al Qur’an). Dalam perkembangan kebudayaan Minangkabau tidak lepas dari masuknya Islam ke minangkabau itu sendiri, Kebudayaan Minangkabau bersatu dengan agama islam sehingga menghasilkan tatanan sosial yang kokoh untuk menghadapi setiap perkembangan zaman.

Jika kita melihat tokoh-tokoh dari Minangkabau memang tokoh yang kental dengan kebudayaan dan kuat dari segi imannya. Misalnya, H. Agus Salim yang merupakan tokoh agama sekaligus tokoh perjuangan untuk merebut kemerdekaan Indonesia. Beliau tidak pernah meninggalkan yang namanya kebudayaan Minang yang telah bersatu dengan agama islam. Budaya Minang yang dikenal dengan tradisi “petatah-petitih” yang tidak hanya mempunyai nilai seni retorika semata namun juga latihan berpikir dan pengakumulasian pengetahuan yang unik, sehingga melahirkan Sosok H. Agus Salim yang dikenal sebagai diplomat ulung yang piawai mengolah kata-kata dan bahkan H. Agus Salim dikenal dengan “Bapak Diplomasi Indonesia”.

Selanjutnya, Tokoh lain yang tidak kalah luar biasa adalah Mohammad Hatta yang merupakan Proklamator kemerdekaan Indonesia, seorang tokoh yang tekun terhadap agama yang namanya tidak akan pernah terlupakan selama bangsa ini ada, juga dengan Tan malaka seorang yang memiliki paham komunis yang juga memiliki iman yang kuat. Tan malaka pernah mengatakan ”jika aku terhadap rakyatku, aku adalah komunis sejati. Dan jika hubungan aku dengan Tuhanku aku adalah Muslim sejati.” dan begitu juga dengan tokoh-tokoh Minangkabau lainnya. Jika kita mendalami kiprah satu-persatu tokoh yang berasal dari Minangkabau maka tidak akan ada habisnya karena begitu banyaknya tokoh-tokoh Minangkabau yang mempunyai kiprah yang luar biasa baik di Indonesia maupun di Luar Negeri.

Seiring perkembangan zaman, tokoh-tokoh dari Minangkabau mulai hilang bak ditelan bumi. Sulit sekali kita menemukan sosok generasi sekarang yang memiliki sifat dan perilaku yang sama dengan tokoh yang luar biasa pada masa lampau, yang mana pada masa dulu dengan kehadiran tokoh itu, Minangkabau menjadi sangat diperhitungkan di Indonesia dan luar negeri. Sekarang tokoh yang dalam akan kebudayaan dan teguh terhadap agama sudah tidak terlihat lagi. Tokoh yang bisa untuk menjadi tauladan sekarang sudah mulai memudar tidak seperti tokoh Minang dimasa lampau yang tidak memperdulikan nasibnya asalkan dapat merperjuangkan rakyat, tidak masalah mereka menderita seperti H. Agus Salim yang memilih hidup melarat dari pada hidup mewah namun mengabdi kepada bangsa penjajah, begitu juga dengan Mohammad Hatta yang masuk penjara dibelanda demi memperjuangkan rakyat dan sering dibuang oleh bangsa penjajah pada masa itu, dan yang lebih tragis lagi adalah perjuangan dari Tan malaka yang harus mengakhiri hidupnya di ujung senjata rakyat yang Ia perjuangkan sendiri.

Pertanyaannya, kenapa hal ini bisa terjadi ? Seiring perkembangan zaman ternyata nilai kebudayaan yang ada pada setiap diri orang Minang yang telah mulai memudar dan ditambah dengan telah mulai melemahnya iman oleh pengaruh yang disebut dengan moderenisasi telah berdampak yang sangat besar terhadap masyarakat Minang itu sendiri. Ketika arus modernisasi itu hadir dan saat itu pula budaya dan agama sudah mulai ditinggalkan menjadi penyebab utama dari melemahnya generasi Minangkabau itu sendiri.

Pada zaman dulu ada yang dikenal dengan sebutan “tingga disurau”, yang mana surau ini merupakan tempat dimana pemuda minang dulu untuk menempa segala ilmu. Kita lihat, H. Agus Salim, Mohammad Hatta, Tan Malaka, Buya Hamka dan yang lainnya merupakan tokoh besar yang lahir dari yang dinamakan surau tersebut. Disurau mereka belajar ilmu agama, ilmu beladiri, ilmu sosial dan ilmu-ilmu lainnya sehingga mereka menjadi sosok yang memiliki budaya sosial dan agama yang dalam. Namun jika kita lihat sekarang, surau-surau sudah mulai ditinggalkan karena arus modernisasi yang menumbuhkan stigma bahwa “tingga disurau” merupakan kegiatan yang ketinggalan zaman dan akibatnya budaya dan agama itu sudah mulai memudar.

Dalam tradisi Minangkabau ada yang dikenal dengan istilah marantau. Marantau pada zaman dulu merupakan suatu tradisi yang bukan hanya untuk mengadu nasib namun lebih kepada untuk mencari ilmu dan pengalaman dinegeri orang. Pada zaman dahulu orang pergi merantau hanya membawa pakaian seadanya, sehingga mereka tumbuh menjadi orang-orang besar dengan segudang ilmu dan pengalaman karena pada dasarnya mereka memang untuk mencari ilmu dan pengalaman bukan untuk memperbaiki nasib. Setelah mereka merasa sudah mempunyai ilmu dan pengalaman, mereka kembali kekampung halaman untuk memperbaiki kampung asalnya. Ini yang saat ini sulit ditemukan, orang-orang Minang yang besar diperantauan sulit untuk kembali kekampung untuk memperbaiki kampungnya dan lebih senang untuk tetap diperantuan.

Apalagi nilai-nilai budaya dalam daerah Minang itu sendiri sudah memudar dapat dilihat dengan peran dan fungsi yang seharusnya tersemat pada setiap diri masyarakat Minang. Perempuan di Minang dulu mempunyai kedudukan istimewa sehingga dijuluki “Bundo Kanduang” yang memainkan peranan dalam pelaksanaan keputusan-keputusan yang dibuat oleh kamu laki-laki atau “mamak” sehingga perempuan diminang disimbolkan sebagai “Limpapeh Rumah Nan Gadang” yaitu sebagai pilar utama rumah dalam arti mempunyai andil yang besar dalam budaya Minangkabau. Begitu juga dengan peran laki-laki, “mamak” pada zaman dulu mempunyai peran dengai istilah “anak dipangku, kamanakan dibimbiang” yaitu dalam kehidupan peran laki-laki tidak hanya mengurusi anak tapi juga bertanggung jawab atas anak kemenakan, mengarahkan dan mengawasi dari setiap perilaku anak dan juga kemanakan. Dalam tradisi Minang juga ada dikenal dengan “tigo tungku sajarangan” yaitu Ninik-mamak, Alim ulama, dan Cadiak pandai dimana tiga pilar yang membangun dan menjaga keutuhan budaya serta adat istiadat. Ketiganya saling melengkapi dan bahu membahu dalam posisi yang sama tingginya untuk memutuskan semua urusan masyarakat yang dimusyawarahkan untuk menemui jalan sepakat

Sudah selayaknya kita kembali mananamkan nilai budaya kita sendiri dan memperdalam ilmu agama, karena kita melihat tauladan dari orang minangkabau yang telah memperlihatkan kiprahnya memang orang-orang yang kental dengan kebudayaan minangkabau dan kuat akan iman terhadap Tuhan yang maha kuasa. Jangan pernah malu terhadap budaya kita sendiri, mempelajari dan mandalami budaya Minangkabau bagi kita masyarakat minang memang harus tetap dipertahankan. Istilah “babaliak kasurau” bukan hanya untuk meramaikan masjid saja tapi terlebih kepada fungsi surau pada zaman dulu yaitu sebagai tempat menempa segala ilmu bagi masyarakat Minangkabau. Karena sejarah mencatat orang-orang Minangkabau memang dikenal dengan kecerdasan dan kedalaman agamanya dan itu tidak terlepas dari budaya kita yang “Adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah”. Jangan sampai Minangkabau ini terkenal karena tokoh-tokoh terdahulu saja namun kita harus melahirkan tokoh-tokoh baru yang dapat menjadi tauladan seperti tokoh Minang sebelumnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun