Mohon tunggu...
muslimahsiti
muslimahsiti Mohon Tunggu... Lainnya - Wirausaha

Hobi membaca,menulis,memasak

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kereta Berhantu

21 November 2024   11:33 Diperbarui: 21 November 2024   11:36 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kereta Berhantu

Malam itu, stasiun kecil di pinggir kota terasa lebih sunyi dari biasanya. Hanya ada suara jangkrik dan angin yang sesekali menderu. Mila, seorang mahasiswa yang baru selesai menghadiri seminar di kota seberang, menunggu kereta terakhir untuk pulang. Namun, tak ada tanda-tanda kereta akan tiba.

Dia melirik jam tangannya. Pukul 23.45. "Kenapa keretanya belum datang juga?" gumamnya gelisah. Stasiun itu hanya dijaga oleh seorang petugas tua yang terlihat mengantuk di bilik tiket.

Tiba-tiba, suara gemuruh terdengar dari kejauhan. Rel bergetar. Sebuah kereta tua, bercat hitam kusam, muncul dari balik kabut. Kereta itu terlihat seperti keluaran abad lalu, dengan jendela-jendela besar yang buram dan pintu yang berderit saat terbuka.

Mila ragu sejenak. Tapi karena tidak ingin bermalam di stasiun, dia melangkah masuk. Di dalam, suasana terasa aneh. Lampu redup berwarna kekuningan, kursi-kursi kayu yang usang, dan penumpang-penumpang yang diam membisu dengan wajah tertutup topi atau syal.

Mila duduk di pojok, mencoba tidak memperhatikan mereka. Namun, udara di dalam gerbong terasa semakin dingin. Napasnya mulai terlihat seperti kabut tipis. Dia menyadari sesuatu yang aneh: tidak ada suara. Tidak ada derit roda kereta, tidak ada obrolan, bahkan tidak ada hembusan angin.

Dia menoleh ke belakang. Para penumpang kini menatapnya, wajah mereka pucat dengan mata kosong yang seperti menembus jiwanya. Mila terperanjat dan bangkit, tetapi kereta itu seolah tidak memiliki ujung. Semakin dia berjalan, semakin panjang gerbong yang harus dilalui.

"Selamat datang, Mila," suara serak terdengar dari pengeras suara kereta. Mila membeku. Bagaimana mereka tahu namanya?

Dari kejauhan, seorang pria berseragam kondektur berjalan mendekatinya. Topinya menutupi sebagian wajah, dan senyumnya terlalu lebar untuk ukuran manusia. "Kamu seharusnya tidak naik kereta ini," katanya pelan, tapi tajam.

"A-apa maksud Anda?" tanya Mila, gemetar.

"Ini adalah Kereta 609. Hanya mereka yang tidak akan kembali yang menaikinya."

Mila merinding. Kereta berhantu? Namun, dia tidak punya waktu untuk berpikir lama karena tiba-tiba tubuhnya ditarik oleh tangan-tangan dingin dari penumpang lainnya. Mereka mencengkeram erat, menariknya ke kursi, memaksanya untuk duduk.

Kereta mulai melaju lebih cepat. Pemandangan di luar berubah. Bukan kota yang dilihatnya, melainkan kuburan, hutan gelap, dan bayangan-bayangan hitam yang melayang. Mila menjerit, tetapi suaranya tenggelam di tengah tawa seram para penumpang.

Saat dia merasa semuanya akan berakhir, suara azan tiba-tiba terdengar. Suara itu nyaring dan memecah kegelapan. Penumpang-penumpang itu berteriak kesakitan, melepaskan Mila. Kabut hitam yang melingkupi kereta mulai memudar.

Ketika Mila membuka matanya, dia sudah berada di bangku stasiun. Seorang petugas stasiun menggoyangkan bahunya. "Mbak, sudah pagi. Mau ke mana?"

Mila terengah-engah. Dia melihat sekeliling. Kereta tua itu sudah tidak ada. Tapi di lantai dekat kakinya, ada tiket lusuh bertuliskan "609" dan tanggal yang tidak pernah ada di kalender.

Sejak saat itu, Mila bersumpah tidak akan pernah menunggu kereta di malam hari lagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun