[caption id="attachment_333580" align="aligncenter" width="490" caption="Titik awal perjalanan menuju Ramang-Ramang (foto dindin)"][/caption]
Banyak cara dilakukan untuk menanamkan cinta tanah air pada generasi muda. Salah satunya seperti yang dilakukan SMA Nasima Semarang. Sepekan kemarin, Senin-Jumat (21-24 April) sekolah yang berada di Jl. Trilomba juang No 1 Semarang ini menggelar Jelajah Nusantara Celebes Island 2014. Sebanyak 65 anak kelas XI dan 7 guru pendamping ini melakukan ekspedisi perjalanan ke Makassar Sulawesi Selatan.
Kepala SMA Nasima Traju Ismono mengatakan bahwa kegiatan Jelajah Nusantara bertujuan untuk memberikan wawasan wawasan dan pengenalan ragam budaya, adat istiadat, dan kekayaan alam nusantara kepada siswanya.
“Jelajah Nusantara merupakan program tahunan sekolah yang merupakan implementasi dari ciri khas kenasimaan yakni wawasan kebangsaan. Anak-anak sebagai calon pemimpin masa depan harus memiliki konsep bahwa Indonesia tidak hanya Jakarta dan Jawa. Indonesia negeri yang terdiri dari ribuan pulau yang didalamnya tinggal beragam suku bangsa. Dengan Jelajah Nusantara ini diharapkan akan membuka wawasan mereka tentang nusantara yang sebenarnya. Ekspedisi sebelumnya telah merambah ke Kalimantan, Lombok, Bali, Jatim, dan Banten. Targetnya seluruh nusantara kita kunjungi “” tutur Traju.
Belajar Kearifan dari Kampung Berua Ramang-Ramang
Selama empat hari, peserta Jelajah Nusantara dibawa menikmati sensasi dan pengalaman baru mengenal alam, adat dan budaya Sulawesi Selatan. Salah satu tempat yang paling menarik adalah Berua. kAMPUNG Berua merupakan sebuah perkampungan terpencil di Desa Ramang-Ramang Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan.
[caption id="attachment_333582" align="aligncenter" width="560" caption="Rumah adat sederhana Sulawesi, banyak ditemui di sepanjang aliran sungai (foto dindin)"]
Perkampungan yang terletak di tengah gugusan karst ini menyimpan kekayaan pengetahuan yang takternilai, mulai dari pemandangan alam yang sangat indah,adat istiadat, serta kearifan dan kesederhanaan para penghuninya.
Di sepanjang perjalanan menuju Kampung Berua kita akan disambut oleh pemandangan hamparan pegunungan karst yang sungguh indah. Lebih dalam lagi kita masuk, akan menemui sebuah aliran sungai yang tenang. Penduduk setempat menyebutnya Sungai Puthe. Pemandangan di sekitar sungai ini sangat indah. Gunung-gunung karst hijau yang menjulang di kiri kanan sungai. Tampak terlihat juga rumah panggung sederhana khas Sulawesi yang berjejer di sepanjang sunggai.
[caption id="attachment_333583" align="aligncenter" width="560" caption="Gerbang sederhana di Kampung Berua, Ramang-Ramang (foto dindin)"]
Setelah hampir tiga puluh menit menyusuri sungai, perahu bersandar di tepian sungai yang menjadi gerbang kecil sebuah perkampungan. Inilah sudut terindah di Ramang-Ramang. Terlihat hamparan sawah yang membentang luas, dan deretan rumah tradisional tampak di tengah gugusan karst. Beningnya air sungai dengan aneka ikan air tawar yang hidup di dalamnya menjadi pertanda bahwa warga Kampung Berua Ramang-Ramang memang sangat menghargai alam.
Kampung Berua Ramang-Ramang hanya didiami oleh lima belas kepala keluarga. Walau hanya didiami oleh lima belas kepala keluarga namun dua bahasa asli Sulawesi Selatan yang digunakan yakni Bahasa Makassar dan Bahasa Bugis tetap dipertahankan oleh para penuturnya yang tinggal di kampung itu. Bahkan menurut Rosyid salah seorang warga, bukan hal yang aneh jikakalau dalam sebuah keluarga orang tuanya berhahasa Bugis, anaknya berbahasa Makassar.
[caption id="attachment_333584" align="aligncenter" width="560" caption="Melewati pematang sawah nan indah (foto dindin)"]
Kehidupan warga Kampung Berua Ramang-Ramang juga jauh dari hingar bingar kota. Rumah-rumah panggung kebanyakan terbuat dari kayu seadanya bahkan terkesan sangat bersahaja. Mata pencaharian sebagian besar warganya hanya dari menangkap ikan dan bertani.
Lantas apa tidak ada keinginan pindah mencari tempat yang lebih baik dan meninggalkan Ramang-Ramang? Rosyd menjawab sambil tersenyum“ Tidak lah. Kami sangat nyaman di sini. Kami tak ada niat sedikitpun meninggalkan leluhur kami “ ungkapnya dengan aksen Makkassar yang khas.
[caption id="attachment_333585" align="aligncenter" width="560" caption="Hmm amboy indahnya (foto dindin)"]
Maha Rani salah seorang peserta Jelajah Nusantara mengungkapkan pengalamannya mengikuti kegiatan ini “Sungguh keberagaman nusatara tiada habis untuk dibaca. Tak hanya kekayaan alamnya yang mempesona, adat dan budayanya rakyatnya pun menyimpan sejuta pesona. Perjalanan ini menambah wawasan saya tentang keberagaman Indonesia” ungkap siswa kelas XI ini.
[caption id="attachment_333589" align="aligncenter" width="560" caption="Berbincang bersama warga (foto dindin)"]