Enjoy di Eling Bening (foto dindin)
Orang Jakarta bilang, hari  Jumat sudah setengahnya hari Minggu. Tafsir dari ungkapan ini jelas bahwa sejatinya banyak orang merindukan rehat setelah sekian waktu bekerja. Entah menghabiskan waktu di rumah bersama keluarga atau menghabiskan akhir pekan di suatu tempat. Yang penting ada jeda untuk nantinya kembali bekerja.
Persoalannya tidak semua orang bisa menikmati fasilitas ini. Jangankan menikmati libur panjang seperti yang terjadi di minggu ini, hari Sabtu, Minggu, atau  tanggal merah pun banyak di antara kita yang tetap harus masuk kerja. Karena piket, kejar target, atau tugas lain yang takmungkin  bisa ditolak.
Fasilitas libur kebanyakan  diberikan dan dinikmati oleh pegawai di instansi pemerintah-walaupun tidak sedikit juga perusahaan swasta yang ikut-ikutan menerapkan kebijakan ini. Istansi pemerintah sangat patuh terhadap instuksi MenPAN ini. Bahkan jika perlu ditambah atau disiasati. Maka muncullah Harpitnas: Hari Kejepit Nasional
Tetapi pada umumnya hampir sebagian besar perusahaan nonpemerintah takmau ikut-ikutan memberikan fasilitas aduhai ini kepada karyawannya. Perusahaan tentu akan menghitung ‘kerugian meterial’ yang timbul dari penerapan kebijakan libur panjang ini. Maka fasilitas libur hanya diberikan pada waktu-waktu tertentu saja, semisal lebaran, atau waktu yang ditentukan oleh perusahaan.
Sebenarnya pemerintah sudah mengatur tentang masalah ini.
Pasal 79 Undag-Undang Ketenagakerjaan menetapkan bahwa pengusaha diwajibkan memperbolehkan pekerja/buruhnya cuti tahunan kurang dari 12 hari kerja jika pekerja/buruh telah bekerja  tidak kurang dari 12 bulan berturut-turut… dst.
Pasal 85 Undang-Undang Ketenagakerjaan menyatakan bahwa pekerja tidak diwajibkan selama hari libur resmi. Namun pengusaha boleh meminta pekerjanya untuk tetap bekerja selama hari libur resmi kalau sifat pekerjaan tersebut adalah pekerjaan yang berlangsung terus-menerus atau di bawah berbagai kondisi yang berdasarkan kesepakatan antara pekerja dan pengusaha. Pengusaha yang mengharuskan pekerjanya tetap bekerja selama hari libur resmi wajib membayar upah lembur.
Tetapi sepertinya tidak semua perusahaan patuh pada kewajiban ini, dan tidak semua pekerja memahami hak ini. Atau kedua pihak sama mahfum; tidak usah membahas hak dan kewajiban, perusahaan lagi linglung  dipekerjakan saja sudah untung. Â
Pemerintah pun takmungkin mampu mengontrol atau memonitor penerapan undang-undang tersebut. Â Kalaupun ada tuntutan dari pekerja/buruh, sering berakhir dengan pemutusan hubungan kerja. Masih banyak pekrja lain yang mengantre menggantikannya; begitu kilah perusahaan.Â
Kondisi ini tentu tidak menyehatkan-terutama bagi pekerja, keluarga, dan masa depannya. Karena pada hakikatnya semua orang butuh liburan. Â Libur tidak hanya membuat otak lebih fresh dan lebih siap menghadapi kerja berikutnya. Dan yang lebih penting berlibur membuat orang lebih bahagia, awet muda, dan lebih produktivitas dalam berkerja.