[caption caption="Screenshoot dari Twitter Login Menu"][/caption]Saya penulis yang mendewakan keheningan demi ekspektasi tinggi kualitas tulisan terjaga sampai titik terakhir. Fakta di dekat rumah ada sekolah dasar yang sedang giat berlatih penyamaan rasa, skill dan soul dari berbagai alat musik dalam satu grup marching band, saya hargai sebagai ekspektasi --setiap pemegang alat, pelatih dan sekolah itu sendiri, berujung pada kualitas drumband terbaik pula. Nah, di latar gebukan drum, denting perkusi berbagai nada --saya masih bersyukur belum ada lengkingan terompet, ini lah saya berjuang selesaikan satu tulisan berbayar. Di tengah perjuangan tersebut, tak urung hati dan otak saya berdentam ikuti irama, dentaman yang sama ketika yang tadinya hanya ingin speed reading timeline saya, di sisi kiri muncul gambar promo (baca: teaser) film terbaru: Death Note Light Up the New Eraa.
Jujur saya akui, saya masih penggemar berat Naruto. Baik Shipuden, The Movies, apa pun. Tapi sudah di ujung. Karena yang masih saya ingat sebatas beberapa nama karakter utama. Sudah. Di titik ini, menuliskan apa pun tentang nilai-nilai apa yang pantas saya bagikan dari kesenangan gemari satu manga dari jutaan lainnya ini, sudah tak bisa.
Bagaimana dengan Death Note?
Perkenalan pertama saya dengan 'Kira' sudah tenggelam bersama kenangan lain tak terhitung. Yang tertinggal bahwa saya membacanya di komik. Sosok 'Light Yagami' yang cukup tuliskan nama calon korbannya, dan si korban mati. Langsung. Ditulis di satu buku. Death Note, Buku Kematian.
Berikutnya, saya teringat menahan nafas saat dapatkan kesempatan menonton dua, bukan, hanya sebagian dari film pertama dan ketiga. Sekuel-sekuel tak penuh ini lantas semakin rekatkan sebagian endapan dari komik yang saya baca sebelumnya.
Bahwa, kadang-kadang, selalu asyik tenggelamkan diri pada sosok-sosok Light Yagami  yang miliki kemampuan bunuhi manusia-manusia serba jahat. Para koruptor, penjahat kelamin, para pembunuh yang berkedok di belakang keputus-asaan kalah berjudi dan alkohol yang kuasai sel-sel darah. Intinya, manusia yang menjahati manusia lainnya. Tak tertahan. Tak tersentuh hukum.
Kemudian, jika tiga sekuel layar lebarnya sudah berhasil puaskan penggemar --termasuk yang tanggung seperti saya, ekspektasi apa lagi yang diharapkan dari sekuel terbaru selepas sepuluh tahun? Buat saya, ini beberapa yang terbaik:
Satu, sosok Masahiro Higashide. Well, saya emak-emak. Tapi, bukan berarti hanya karena telah menjadi istri dari seorang suami serta ibu dari anak-anak yang saya lahirkan, tak boleh nikmati kepiawaian akting Masahiro kan? (akting atau muka mak? *eh ). Perankan sosok 'Genji' di salah satu sekuel 'The Crows', beberapa kali saya terintimidasi menonton film-film lepas Jepang di mana salah satu karakternya diperankan Masahiro. Bagi saya, Masahiro selepel Keanu Reeves. Apa pun peran yang dimainkannya, ia mampu berubah dan menjadi peran itu sendiri.
Di Death Note: Light Up The New Era, Masahiro menjadi Tsukuru Mishima, penyelidik atau detektif.Â
[caption caption="Skrinsot dari Video Thriller Death Note 2016: Light Up The New Era."]
Tiga, kembali berpijak pada kenyataan bahwa saya emak-emak biasa, satu harapan saya ketika nanti benar dapat tonton filmnya saya menikmatinya bersama putri sulung saya. Saya pahami akan ada banyak momen ketika ia masih harus tutup mata atas adegan-adegan tak layak tonton bagi usianya, namun saya percaya ia akan mampu pahami, di luar sana masih ada sosok-sosok serupa Tsukuru Mishima dan Light Yagami yang berpihak pada kebenaran. Turuti nurani yang tak setujui kejahatan atas nama apa pun. Harapan yang terlalu ideal, tapi ada. Masih ada.