Sampai tak berbilang
Tapi tipis sabit memaksaku berhenti
Jangan berhitung, Â hiduplah saja lagi
Seribu matimu, Â seribu satu hidupmu
Mau berapa kata lagi harus kamu bacai
Untukmu sungguh yakin, Â matimu yang sebenar
Tiada pedulikan angka-angka
Duaku yang awal, Â telah buahkan dua yang sama
Duaku yang akhir, Â apa iya seindah bayangan kami berdua?
Dua dua dua, Â padahal jiwa dasarku telah membelah
Sebelah masih nyata di setiap hariku, Â sebelah telah abadi dalam doaku
Wahai yang Maha Satu
PadaMulah kembaliku yang tunggal
Duaku yang awal, Â duaku yang akhir, Â duaku yang sebelah menyebelah
Juga akan kembali padaMu semata
Dua dua dua
Andai saja, Â menyatukan yang dua, Â bisa selantang tangis bayi yang baru lahir
Tak perlu aku hermain kata begini rupa
Mendua, Â pada kata terbaca, Â pada kata tertulis
*Selong, Â 31 Maret
#PuisiArin entah berapa purnama tidak dilanjutkan lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H