Mari bermimpi setinggi langit, toh saat terjatuh, kamu jatuh di atas gumpalan empuk awan.
Kalimat yang otomatis terlintas, ketika saya memulai ulasan ini dengan judul di atas. Beruntung, sebagian trip saya sebagai seorang kompasianer, benar banyak titik di Mandalika serta Lombok yang pantas disematkan 'jabatan megah' -- sebagai titik-titik biosfer.
Biosfer adalah kata yang bermakna, 'Bio' sebagai 'hidup' dan 'Sphere' berarti 'lapisan'. Parafrase bebas berikutnya -- yang menurut saya sedikit estetik, adalah satu  lapisan di atas bumi yang memberikan jaminan kehidupan bagi semua mahluk di atasnya. Mahluk yang mana? Saya dan Anda sebagai manusia, serta flora, fauna pun mikroorganisme lainnya.
event di kawasan TWA (Taman Wisata Alam) Tunak. Area yang masih masuk dalam kawasan KEK (Kawasan Ekonomi Khusus) Mandalika, di Lombok Tengah (Loteng). Di rangkaian acara yang melibatkan 54 negara pelaku biosfer inilah, frase 'Cagar Biosfer Dunia' tercetus. Saya mengamininya. Terutama ketika di TWA Tunak melihat sendiri 46 ekor rusa Timor, seekor elang, ratusan jenis pohon, penangkaran kupu-kupu, ular dan tukik ('bayi' penyu).
Baru saja kemarin, Rabu (17/11, 2021) saya meliputKunjungan yang mulai tak terhitung, karena segarnya oksigen di kawasan konservasi ini. Di pintu masuk utama, terdapat satu cottage (Tunak cottage) dengan pemandangan laut dan langit serba biru, latar perbukitan hijau dan kicauan beragam jenis burung di setiap pagi. Surga Wonderful Indonesia.
Lalu, Pantaskah Mandalika dan Lombok Sebagai Cagar Biosfer Dunia?
Sedihnya, masih 'Jauh Panggang Dari Api'. Doa baik serta positif yang terkandung di 'Cagar Biosfer Dunia', terjawab baru di titik-titik spesifik. Sebagian yang bisa saya bagikan, diantaranya:
Air Terjun Benang Kelambu
'Buat apa sih, benang biru kau sulam jadi kelambu'. Salah satu lirik lagu dangdut yang pernah viral pada masanya. Di Air Terjun Benang Kelambu, kemunculan fenomena air birunya tidak sesering di pantai-pantai cantik Mandalika Lombok. Namun, di momen terbaik, curah air yang muncul dari sela-sela tanaman rambat, melebar bak kelambu, menutupi dinding alam yang tertutup hijau pekat dedaunan tanaman rambat. Surga berikutnya. Salah satu spot yang selalu memiliki sisi viral, kapan pun ia diunggah di sosial media. Alasan untuk berwisata, sebenarnya cukup di Indonesia Aja.
Seperti di dua minggu terakhir. Air terjun seolah Benang Kelambu, mendadak hadir di salah satu jalur pendakian Gunung Rinjani, tepatnya di Torean. Deretan bukit di kiri kanan jalur, hijau oleh rumput yang telah basah berkat debit curah hujan yang tinggi, mengalirkan air seputih kristal di banyak labirin tebingnya. MashaAllah. Kini saya bisa paham, mengapa salah seorang teman menangis saat melihat video cantik ini. Juga seperti linangan airmata Mbak Uki, Â The Slacker Hiker. Mbak Uki tidak terharu saat capai Puncak Anjani Rinjani di tengah badai Lenticular. Matanya basah, saat lewati jalur Torean.
Benang Kelambu, sekitar tiga jam berkendara pp dari KEK Mandalika. Pernah menjadi venue dari event APGN (Asia Pacific Geopark Networks) 2019. Dari para expert event ini, banyak yang jadi tahu, jenis air terjun Benang Kelambu hanya ada dua saja se-dunia.
TWA Tunak
Kawasan konservasi yang dikelola BKSDA NTB ini, kini berada di lahan seluas 1.217,91 hektar berdasarkan SK Menhut no. 598/Kpts-II/2009. Fasilitas atau akomodasi yang terbangun, masih di bawah batas maksimal pengelolaan lahan yakni di angka 10%. Hitungan awam saya, masih ada sekitar 1000 hektar  lahan konservasi yang eksis. Masih pula di logika awam saya, oksigen menyegarkan dari TWA Tunak-lah, yang kerap menjadi sebagian angin surga saat berpanas-panas di salah satu sudut DSP (Daerah Super Prioritas) Mandalika atau mungkin di tribun penonton lomba balapnya.