Mohon tunggu...
Muslifa Aseani
Muslifa Aseani Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Momblogger Lombok

www.muslifaaseani.com | Tim Admin KOLOM | Tim Admin Rinjani Fans Club

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

[#puisiarin] Kisah Pemburu Senja

12 Juni 2021   10:08 Diperbarui: 12 Juni 2021   10:14 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Di setiap senja yang kuburu, kuharap fajar seindah ini di esok hari. Dokpri

Sekarang,  percuma segala rahasia
Kalau aku tahu akhirnya berujung begini,  takkan kupercaya janjimu sejak awal
Senja yang tadinya hanya milikku dan milikmu,  dibayangi siluet ketiga

Jadi salah siapa?  Salahku yang membuka pintu, membiarkanmu memasuki setiap ruangan..
Bebas tanpa satu pun penghalang
Mana kutahu.  Ada satu sudut yang kamu biarkan menjadi ruang milik orang lain
Dan kamu memintaku untuk sama menerimanya.  Aku,  kamu,  dia

Lalu salah apa?  Menurutku,  tentu bukan cinta.  Juga bukan karena kita gagal membagikan kebaikan dalam porsi yang pas.
Yang aku ingat,  di awal,  aku sungguh percaya.  Hanya aku dan kamu,  yang sama setia menanti senja.  Memuja fajar dalam senyum lebar.  Sama bahagia,  ada masa depan yang ingin kita miliki berdua

Bagaimana bisa salah.  Mana kutahu.  Aku sibuk dengan cinta dan sayang penuh-penuh padamu.  Aku sibuk percaya,  aku dan kamu benar sama terperangkap di ruang yang sama.  Hanya aku.  Hanya kamu.
Naifku.  Lupa,  aku dan kamu,  dua manusia berbeda.  

Kini,  kita sama terluka.  Aku tak bisa lagi percaya bahagia. Tak lagi percaya masa depan. Aku biarkan cinta dan percaya,  penuh-penuh tertuju ke kamu.  Arah yang tak berbalik sama.  Entah dimana tepatnya,  ada sepasang mata dan satu hati,  yang kamu tatapi penuh harap.  Bukan lagi hanya sepasang mataku dan hatiku yang hanya satu.

Salahku.  Naifku. Kukira,  kebaikan seabadi penjagaanku sendiri.  Kukira,  kamu pun mengabadikan kebaikan seabadi seperti pikirku. Dan salah
Aku benci mempertanyakan pilihan-pilihan,  karena aku sudah tak bisa memilih.

Jadi arin,  bagaimana sekarang aku melihat senja dan pagi.  Dua mataku selalu berkabut.  Pipiku menganak sungai.  Seharusnya aku tahu,  kembali merasai cinta yang indah,  adalah juga tentang menerima luka hati yang lama membasah. Kali ini,  tak usah temani lukaku.  Seperti mulai mencinta,  kukira,  aku akan mengeringkan lukaku. Sendiri.  Hanya aku.

*Selong, 12 Juni 2021

Rangkaian #puisiarin, rupa-rupa kisah manusia. Yang ini, mungkin kisahmu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun