Ada yang sudah lengkap membeli bahan-bahan kolak? Atau bahan-bahan es campur? Dua menu yang mulai terkesan menjadi menu wajib berbuka. Terutama bagi anak-anak. Semangkuk kolak dengan segelas besar es campur di sebelahnya. Lambung terasa akan sangat lapang, menampung dua jenis makanan ini, di sekali momen santap.
Di Lombok, dua menu takjil ini juga yang paling mudah ditemukan. Lapak-lapak penjualnya tersebar di berbagai tempat. Di kemasan gelas plastik seukuran gelas di gerai-gerai fast food, es campur atau kolak dijual di harga 5K idr. Beberapa ada yang menjual di harga 10K idr. Seringkali karena bahan-bahan yang jauh lebih lengkap.
Kolak pisang misalnya. Berbahan utama potongan pisang matang dan singkong atau ubi jalar, campuran lainnya bisa berupa kolang kaling, potongan cincau hitam, cendol hijau terang, nangka segar serta santan kental. Santan kental atau santan pati masih ditambahkan sebagai pelengkap, meski sebenarnya kolak sudah dimasak dengan santan.
Es campur ya juga sama. Kalau saat tinggal di Semarang dulu, es campur identik dengan es dengan kuah berwarna merah muda. Yang komplit, cincau hijau dan hitam, bulatan ragam buah. Umumnya blewah dengan daging buah putih kehijauan. Pepaya dan semangka merah, lebih sering sebagai ekstra pelengkap. Ada pula candil merah. Warna-warni bahan yang membuat tampilan segelas es campur semakin meriah dan menggugah selera.
Di samping dua menu wajib di atas, takjil-takjil favorit lain masih banyak. Terutama di Lombok. Saya masih selalu gagal menahan diri, untuk tidak membeli serabi, minim di harga 5K idr. Berbahan dasar tepung beras, diulen kalis dengan santan, diencerkan dengan kekentalan yang cukup. Dibakar di gerabah khusus untuk penjual serabi. Bagian atas serabi yang tetap putih bersih, dan bagian bawah yang sedikit gosong. Ditata rapi, diberikan topping parutan kelapa segar. Disirami kuah gula merah kental. Saya kadang-kadang merasa tak perlu memakan nasi. Cukup berbuka dengan sepiring serabi hangat. Jadi semakin nikmat jika minumannya segelas kopi hitam panas.
Nah, kan. Hanya tentang serabi saja, ulasan saya paling panjang sendiri. Hohoho.
Selain serabi, kuliner khas Lombok yang tidak saya temukan di Semarang. Diantaranya ada Keludan, masih dari bahan utama tepung beras, tapi berwarna hijau dan dikukus. Ada juga Lempok. Yang ini berbahan utama ulenan halus ubi jalar. Yang sering saya temukan sekarang, berwarna ungu, walau sering juga berwarna hitam keunguan. Sajiannya sama persis seperti serabi. Dipotong seragam (Keludan dan Lempok dikukus), topping parutan kelapa dan siraman kuah kental gula merah.
Tak seperti kolak dan es campur, penjual Keludan dan Lempok jarang berada di pinggir jalan raya. Paling mudah menemukan mereka di pasar-pasar tradisional Lombok. Berbekal tampah besar (diameter tampah sekitar 60 cm) berisi lengkap. Serabi, keludan, lempok, ketan kukus, kelepon dan geguli. Tampah besar ini diletakkan di atas bakul yang juga besar dan berdiameter sama. Di bakul ini disimpan daun-daun pisang, atau sekarang lebih sering  kertas coklat pembungkus makanan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H