Namanya Bu Guru Ana. Maimanah Amini. Menjalani keseharian sebagai guru seni rupa di salah satu sekolah menengah pertama terfavorit di kota Selong, Lombok Timur (Lotim) Â NTB. Saya pribadi menjadi sangat terinpirasi ketika salah seorang murid lukisnya, Bu Herna - teman SMA saya, tambahkan keterangan bahwa sosok ramah ini adalah juga senpai di salah satu perguruan silat Lombok Timur.Â
Tak tertahan saya cetuskan pertanyaan, " Bagaimana bu guru bisa lakukan hal maskulin dan feminin sekaligus?"
Mengaku 'terdampar' di dunia seni lukis lebih karena tanggung jawab utama hariannya sebagai Guru Seni Rupa, Bu Ana habiskan seperempat abad terakhir hidupnya menjadi pelukis magisme.
Baiklah, saya terseret ke kenangan di tahun yang sama dengan Bu Ana memulai kesenangannya melukis. 1992 lalu, di salah satu ajang lomba antar kelompok di seleksi penerimaan anggota ekstra Pramuka di SMA, lukisan realis saya di pilih kakak-kakak senior sebagai juara.Â
Tentu saja pengalaman melukis instan saya masih teramat jauh dengan yang dimiliki Bu Ana. Namun pembawaan sosok low profile ini mengesankan siapa pun untuk percaya mereka memiliki bakat melukis! Kesan yang juga terbangun di rumahnya. Teras dan ruang tamu yang penuh dengan koleksi hasil lukisannya, pun para murid. Baik itu gunakan pensil untuk karya-karya sketsa atau yang kaya warna dari acrylic serta cat minyak.
Sabtu kemarin di time line FB saya, Bu Herna di tag di satu woro-woro. Undangan terbuka, Komunitas Seni Lukis Waktu (KSLW) dengan berbagai macam acara seni di Taman Kota Selong, sepanjang hari Minggu 21 Agustus. Hari ini. Saya saksikan langsung beberapa acara, seperti Live Sketch dan workshop yang dipandu om Indra Wardhana.
Sigap saya berkomentar di post tersebut, ijin hadir sekaligus meliput kegiatan. Di acara Live Sketch pula saya saksikan kepiawaian Bu Ana, mendadak selesaikan sketsa dari model, di sepeminuman kopi.
Seperti saya, latar akademis Bu Ros pernah enyam kuliah di kependidikan prodi Bahasa Inggris. Di sela workshop, kami bersepakat hidupkan kemampuan kami dengan inisiasi speaking club. Belum akan rutin, namun berintegrasi dengan kegiatan para seniman di KSLW Lotim.
Kembali ke Bu Ana, aktifitas lukisnya bersama KSLW sudah cukup lama. KSLW yang sebelumnya bernama 'Berugaq' telah beberapa kali lakukan pameran bersama di Taman Budaya Mataram.
Peralihan nama menjadi 'Waktu' dengan harapan tak terkotak-kotaknya berbagai genre lukisan, pun para seniman lainnya di Lotim khususnya serta NTB. Bahkan saya sempat juga diperkenalkan pada pegiat komunitas sastra yaitu Komunitas Rabu Langit. Selain sesama seniman, acara KSLW sehari ini juga diramaikan para siswa SMAN 1 Keruak, terutama para siswa yang tergabung di ekstra Seni Rupa.
Waaahhh, menarik dan menjanjikan sekali yak. Penulis, guide plus pelukis? Pesilat? Sebentar, khusus silat, sebaiknya dua anak saya saja yang mewakili. Persediaan minyak di sendi-sendi tubuh saya tersisa hanya buat satu lagi pendakian ke Gunung Rinjani.