DokPri: Slide Pemateri di Kegiatan Yang Di Ikuti Bank Sampah LINSI
"Nik, jangan lupa ya, visi terdepan kita adalah Gerakan Cegah Sampah. Kita bermimpi, tak kan ada lagi TPA (Tempat Pembuangan Akhir), karena semua sampah telah dikelola swadaya oleh masyarakat sebelum dibuang. Kita membantu di proses berikutnya, mengelola, mengolah sampah-sampah tersebut."
Kak Husni Harie, owner dan kreator Bank Sampah & Rumah Kreatif LINSI (selanjutnya saya tulis LINSI saja) bisikkan kalimat panjang di telinga saya. Sebentar lagi sesi tanya jawab akan dibuka. Peserta kegiatan yang hadir dari hampir semua kecamatan se Lombok Timur di acara 'Kegiatan Penguatan Kelembagaan Daerah dalam Pengelolaan SDA dan LH melalui Stakeholder Terkait di Kabupaten Lombok Timur' selama dua hari di Senin dan Selasa, 25 sampai 26 April bulan lalu.
Ya, sejak ajukan kesanggupan diri sebagai marketing online LINSI, tiga kegiatan di dinas-dinas terkait sebagian besar sesi tanya-jawab saya paling sigap acungkan tangan. Meski LINSI termasuk di deretan belasan dari daftar Bank Sampah binaan BLH Lombok Timur, namun tim LINSI (kak Husni, saya, ibu-ibu di bagian produksi) membutuhkan sosialisasi yang konsisten dari setiap pegerak bank sampah, tentang kesamaan visi tujuan utama bank sampah sebagai barisan terdepan gerakan pencegah sampah.
Bank Sampah Efektif Gerakkan Cegah Sampah
Dari foto cover di tulisan ini, ambil angka ideal 20 bank sampah se Lombok Timur komit dan konsisten mengolah 15% sampah plastik atau 50% dari angka total 30% sampah non organik yang diproduksi seorang manusia di kehidupan kesehariannya. Ini berarti, tampungan TPA sudah berkurang sebanyak angka tersebut. Kemudian, jika visi ini sudah mengglobal dan juga menyentuh sampah organik, angkanya membesar. Tak lagi sebatas di bawah 50% (gabungan prosentase pengolahan sampah organik dan non organik), tapi bergerak naik dan bukan tak mungkin menyentuh angka sampai 70%, jika sampah organik di angka total 70% berhasil diolah di angka ideal 50% saja. Dus, jika hanya ada 35% sampah organik saja yang terpaksa tetap terbuang ke TPA, efek negatif ke lingkungan bisa lebih di minimalisir. Karena tak ada lagi jenis sampah non organik yang proses penghancurannya tetap saja menyisakan residu yang sulit diurai tanah.
Bayangkan jika hitungan sederhana di atas terjadi di ribuan bank sampah yang sudah ada dan tersebar dari Sabang sampai Merauke. Mimpi LINSI menyata dan tak lagi ada warga-warga yang harus keberatan lingkungan mereka 'dipinang' pemerintah sebagai lokasi TPA. Kembali teringat pada presentasi Pak Dwi Arbani, pemateri dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang salah satu slidenya tunjukkan grafik angka musibah yang terjadi akibat gunungan sampah pada TPA di beberapa lokasi di Indonesia. Gunungan yang akan tetap meninggi jika kita tak bersegera lebih aktif kelola sampah. Baik melalui sinergitas bersama para pegiat bank sampah, pecinta lingkungan, komunitas relawan bersih pantai, pu komitmen pribadi paling sederhana -- simpanlah sampah-sampah yang Anda hasilkan di mana pun di kantong atau tas jika tak temukan tempat sampah untuk membuangnya. Kemudian, jika plastik, sisihkan, simpan dan setorkan ke bank sampah terdekat dari lingkungan Anda. Jika organik, timbunlah, jika  tak ada halaman atau tanah lagi, sisihkan satu pot besar untuk menimbun mereka. Dihitungan minggu atau bulan, timbunan sampah organik Anda bisa bermanfaat sebagai kompos atau pupuk alami.
Kembali  ke LINSI, saat ini, hampir semua jenis limbah plastik bekas termanfaatkan. Berikut list sederhana, yang sekaligus jadi pe-er pribadi saya, daftar jenis sampah dan varian produk olahannya:
Pertama, botol-botol plastik berbagai warna dan ukuran. Yang bening, sebagiannya di cat warna-warni, dipotong rapi dan voilla, ia berubah menjadi hiasan dinding yang sekaligus bisa menjadi pembelajaran perbedaan warna-warna dasar bagi putra-putri balita kita.