Mohon tunggu...
Muslich  Basri
Muslich Basri Mohon Tunggu... Administrasi - Demokrasi dan Kebebaasan Pers

Tanpa Oposisi Demokrasi menjadi TIRAN

Selanjutnya

Tutup

Politik

Bagian 1: Pemimpin Rakyat dan Pemimpin yang Mengatasnamakan Rakyat

27 Juni 2014   17:37 Diperbarui: 18 Juni 2015   08:37 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Jargon-jargon serta simbol-simbol untuk meraih simpatik rakyat saat pilpres 2014 inimuncul kepermukaan seperti jamur di musim hujan, namun demikian perlu diwaspadai dan disadari oleh para pemilih, bahwa tidak selamanya Jargon serta simbol-simbol itu mengidentikkan secara substantive dengan kepribadian, prilaku dan aksi-aksi nyata yang telah dilakukan oleh pemimpin, atau calon pemimpin.Apalagi untuk kepemimpinan nasional, mencermati karakter pemimpin tentu tidak cukup hanya di permukaan dan klaim semata.

Dalam sejarah kepemimpinan Indonesia, kita mengenal dan merasakan kepemimpinan yang merakyat, dekat dengan rakyat dan membela kepentingan rakyat seperti Presiden RI Pertama Soekarno yang dijuluki the founding Father. Soekarno bukan saja memiliki konsepsi-konsepsi kerakyatan yang dikenal dengan ideology marhaenisme, tetapi lebih dari itu bapak proklamator itu telah membangun sendi-sendi nasionalisme kebangsaan yang kokoh serta mengangkat harga diri bangsa dan rakyat Indonesia di dunia Internasional yang dengan konsep Berdikari telah menyatakan perang terhadap Imperialisme gaya baru (new imperialisme ), Soekarno menginspirasi bangsa-bangsa dunia dalam melawan imperialism dan kapitalisme dari Negara besar (Adi Kuasa). Semangat nasionalisme kebangsaan itu diteruskan oleh Presiden Soeharto,

Presiden RI ke-2 Soeharto yang dijuluki Bapak Pembangunan, kendati dalam akhir masa jabatanya mendapat koreksi oleh gerakan Reformasi, akan tetapi sejarah mencatat masa kepemimpinan Soeharto selama lebih dari 32 Tahun telah mengisi pembangunan dan memajukan derajat kehidupan rakyat Indonesia dengan swasembada pangan dan industrialisasi yang memuncukan kelas menengah baru. Sikap tegas Soeharto terhadap intervensi asing, dalam hal ini kelompok negara donor waktu itu yang dikenal dengan IGGI dibubarkan oleh Soeharto karena IGGI karena dianggap menekan Indonesia.

Kedua pemimpin besar tersebut, yang pertama adalah Bung Karno dan Pak Harto adalah symbol perlawanan rakyat untuk mengusir penjajahan, termasuk mencegah imperialism bergaya baru untuk membentengi kepentingan dan harga diri rakyat Indonesia sebagai Negara yang berdaulat, karena mereka menganggap kedaulatan bukan lah bersifat integritas territorial belaka, namun kedaulatan ekonomi, penguasaan sumber-sumber ekonomi rakyat dari pihak asing menjadi bagian dari kedaulatan rakyat yang harus dibela dan dipertahankan. Namun Soeharto mengadapi dilema hebat pada periode akhir kepemimpinannya yang dianggap lemah karena biaya pembangunan tergantung dari IMF yangkemudian diteruskan oleh Presiden dibelakangnya.

Esensi kepemimpinan kerakyatan tidak sebatas pada symbol-simbol kesederhanaan, secara fisik yang seakan-akan dekat dengan rakyat seperti blusukan dan selalu hadir secara fisik ditengah-tengah rakyat, karena hal itu bersifat semu dan lebih pada pencitraan, tetapi kepemimpinan berjiwa kerakyatan. Jiwa kerakyatan ini adalah jiwa kedaulatan, nasionalisme dan kebangsaan yang kokoh. Maka jiwa kerakyatan demikian tidak secuilpun menggadaikan negaranya untuk kepentingan asing. Dari pemimpin yang memiliki jiwa kerakyatan, maka akan mengedepankan nasionalisme kebangsaan yang kokoh, membentengi seluruh rakyat Indonesia dari intervensi dan kepentingan asing. Pemimpin demikian akan membangun model ekonomi kerakyatan yang mandiri, berdiri diatas kaki sendiri, dan tidak menggantungkan aspek permodalan dari asing. Pilpres 2014 ini adalah ujian bagi kita sebagai rakyat untuk memilih pemimpin yang benar-benr pemimpin yang memperjuangkan rakyat atau yang menjual rakyat untuk memimpin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun