Maka ketika Hari Ibu, misalnya, kita pun mengirim bunga kepada ibu kita. Kita menelpon dalam waktu lama. Mengirim makanan. Membelikan perhiasan. Dan seterusnya. Dan seterusnya. Sampai ada pemikiran: sesungguhnya berbagai momentum yang kita rayakan itu tak lebih sebagian jebakan citra yang diciptakan oleh industri. Artinya yang membesar-besarkan itu adalah industri demi perputaran barang dan jasa mereka.
Tak hanya memproduksi benda-benda dan jasa, juga menggerakan faktor-faktor produksi lainnya untuk mewarnai (merebut berbagai memomentum yang kita rayakan) demi merebut keuntungan ekonomi. Â Mereka membuat program ini-itu, acara sana-sini, yang ujung-ujungnya tentu saja menguras "kertas-kertas berharga" dari dompet kita. Â Kita pun didorong untuk memberi hadiah aneka benda yang mereka bikin.
Dalam konteks hari ibu, logika ini sangat benar: jika ingin memberi sesuatu kepada ibu kita, kepada perempuan yang kita sayangi, mengapa harus menunggu Hari Ibu. Itu bisa kita lakukan kapan pun. Jika kita ingin mengucapkan "I love you Mama" juga bisa kapan saja. Mengenang perjuangan mereka (melahirkan kita, mengasihi kita dan seterusnya) juga bisa setiap waktu.
Sekali lagi, itulah sebabnya saya tidak mengucapkan selamat hari ibu. ***
