Mohon tunggu...
Mustafa Ismail
Mustafa Ismail Mohon Tunggu... Editor - Penulis dan pegiat kebudayaan

Penulis, editor, pegiat kebudayaan dan pemangku blog: ruangmi.my.id | X/IG @moesismail

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tentang Sang Adik yang Hilang

4 November 2017   11:08 Diperbarui: 4 November 2017   15:18 920
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi ini, saya mendapat cerita dari keluarga besar tentang sejumlah keanehan tentang "kepergian" adik kami, Mutia Andayani. "Rambutnya sebelah tidak ada, mulus seperti dicukur," kata Miwa (isteri Abuwa/paman).

Rasa-rasanya tidak mungkin air laut bisa menggerus rambut. "Di sejumlah bagian tubuh juga ada lebam-lebam," ujar Miwa lagi. "Kalau terkena sesuatu di laut juga tidak mungkin sampai banyak lebamnya," Po A, menimpali.

Po A menambahkan baju kurung yang dipakai Mutia rasa-rasanya sulit lepas di air laut. Baju kurung hingga lutut. "Kalau pun diterjang air paling bajunya ngumpul di leher, sulit lepas," ujarnya lagi.

Mereka sangat yakin bahwa Mutia bukan meninggal secara wajar atau kecelakaan. Kenapa ditemukan di Ladong, Aceh Besar, berjarak lebih 150 kilometer dari Trienggadeng juga jadi pertanyaan.

Ia tidak bawa uang untuk bisa pergi ke Banda Aceh (berjarak sekitar  150 km dari Trienggadeng) lalu melanjutkan perjalanan ke Ladong (dari Banda Aceh ke Ladong sekitar 25-30 km). Di daerah itu kami pun tidak punya sanak-famili.

Mutia sering jalan ke Banda Aceh atau kota lain, pastilah yang didatangi adalah rumah famili. Biasanya tidak lama ia pulang sendiri. Tidak pernah pergi menghilang begitu saja tanpa jejak.

Setelah hilang atau pergi tak pulang pada Kamis pekan lalu, kami dari pihak keluarga terus mencari ke banyak tempat, termasuk tempat-tempat yang pernah  dikunjunginya. Kami juga menelpon sejumlah famili yang pernah dikunjunginya di Banda Aceh dan Aceh Utara. Tapi ia tetap tak ada.

Tak ada yang tahu tentang kehilangan dia. Sementara keluarga di kampung terus mencari ke mana-mana. Keluarga juga meminta bantuan kepada "orang pintar" untuk menerawang posisinya. Juga tidak diperoleh petunjuk berarti.

Lalu Senin pagi, pihak keluarga menemui seorang ulama kharismatik di kawasan Pidie Jaya. Beliau memberi petunjuk bahwa Mutia ada di Banda Aceh. Tepatnya di Ulee Kareng. Keluarnya mau menyusul ke Banda Aceh, tapi saya minta mereka bersabar. "Tidak muda mencari kalau tidak tahu persis di mana. Ulee Kareng itu luas."

Saya lalu menelpon seorang kawan baik yang tinggal di Ulee Kareng menanyakan apakah Mutia sempat mampir ke sana. Sang sahabat ini sedang sekolah di Yogya, jadi tidak tahu. Ia lalu menelpon istrinya di Ulee Kareng. "Tidak ada Pak Mus. Kata isteri Mutia tidak ke rumah," ujar kawan ini di seberang telepon.

Saya lalu menelpon sejumlah keluarga lainnya, juga tak ada. Hasilnya semua saya kabarkan ke keluarga di Trienggadeng melalui adik sepupu saya Dek Wi (Jika Ada Rasa Cinta). Keluarga makin gelisah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun