Dipersilahkan bertandang
sejoli di ruang tamu sudah hampir satu jam, Ragil dan Ita sepertinya sudah mulai ada kecocokan.
Aku bersyukur, jika keduanya sudah cocok dan bisa saling nyaman dalam percakapan di pertemuan perdana ini. "Semoga ada keberlanjutan" begitu pikirku.
Adzan isya' pun mulai di kumandangkan. Pak Karno dan Ragil pamit untuk menunaikan shalat isya' . Sementara aku dan Ita tetap menunggu di ruang tamu.
Tidak ada kata-kata sebagai bahan perbincangan. Cuma curhatan kecil dari Ita, tentang pengalamannya yang gagal saat berkenalan dan bahkan pacaran via telepon. Dia mengaku, mengikuti saran ibu, ternyata lebih banyak manfaatnya ketimbang mudlaratnya. Begitu dia mulai curhat. Pengalaman berpacaran dengan laki-laki yang di kenal via hp, sungguh membuatnya trauma. Lelaki itu, ternyata telah memiliki istri. Dan dia sering berbohong pada istrinya. Ita dianggap sebagai keponakan, sementara sang istri dianggap sebagai adik. Hmm... kisah ini menjadi inspirasi bahan pertimbangan buatku, siapa Ita yang sebenarnya. Tampak nya diam tak berpengalaman dalam soal cinta, ternyata lebih mahir dari aku. He he he.... aku jadi menertawakan diriku sendiri. Dalam hening sejenak kita berdua sedang berbicara dengan hati dan pikiran masing -masing. Sampai pada titik pertemuan selanjutnya antara kedua sejoli yang sedang mencoba mengenal, satu sama lain.
Aku dan pak Karno kembali ke meja dapur, kami berbincang mengenai keberlanjutan hubungan keduanya.
Wajah pak Karno sumringah, terbaca rahasia kebahagiaannya dari wajah mungilnya.
Aku pun bersyukur bisa menjadi jembatan temu mulia makhluk Allah dalam kisah dan kasih.
Jarum jam pun menunjuk ke angka 8, Ragil mulai pamit. Tapi tiba-tiba, pak Karno mempersilahkan dia untuk bertandang ke rumahnya
"Gil, kamu dipersilahkan bapak untuk mampir ke rumahnya" begitu bisikku ke telinga Ragil.
"Iya" jawab Ragil pendek.