Mohon tunggu...
Mushollih Abdul Gofar
Mushollih Abdul Gofar Mohon Tunggu... Guru - Pengajar

Alumnus Universitas Al-Azhar Kairo, program studi Syariah Islamiah, Pusat Kajian Ekonomi Islam (PAKEIS) Ikatan Cendikiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) organisasi wilayah Kairo. Mahasiswa program magister ilmu Al-Qur’an dan tafsir di universitas Perguruan Tinggi Ilmu AlQur’an (PTIQ) yang tergabung dalam program pendidikan kaderisasi ulama masjid istiqlal (PKUMI)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jangan Anggap Allah Melupakanmu

30 Juli 2024   16:50 Diperbarui: 30 Juli 2024   17:26 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Jangan Anggap Allah Melupakanmu

Bayangkan sebuah kota metropolitan yang sibuk dan padat. Gedung-gedung pencakar langit menjulang tinggi, kendaraan berlalu lalang tanpa henti, dan orang-orang bergegas ke sana kemari dengan wajah tegang dan penuh kekhawatiran. Di tengah hiruk pikuk ini, seorang pria muda berdiri di tepi jalan, matanya menerawang jauh. Ia merasa kecil, tidak berarti, dan terlupakan di antara jutaan manusia yang bergerak di sekelilingnya.

Pria ini mewakili banyak dari kita yang hidup di era modern. Kita sering merasa terasing dan terlupakan, bahkan oleh Sang Pencipta. Namun, sebuah ungkapan bijak dalam bahasa Arab berbunyi,

لا تحسبن الله ناسيك، ولكن نسيته فنسيت بنسيانك إياه

  "Jangan kau anggap Allah melupakanmu, tapi kaulah yang melupakanNya sehingga lupamu itu menjadikanmu terlupakan."

Ungkapan ini bagaikan air sejuk yang menyiram hati yang gersang. Ia mengingatkan kita bahwa Allah, yang dalam ajaran Islam disebut sebagai Al-Hafidz (Yang Maha Mengingat), tidak pernah sekalipun melupakan kita. Bayangkan sehelai daun yang jatuh dari pohon di hutan belantara. Bahkan daun itu pun tidak luput dari pengetahuan-Nya. Lalu, bagaimana mungkin Dia melupakan manusia, makhluk yang diciptakan-Nya dengan sebaik-baik bentuk?

Al-Qur'an menegaskan hal ini dalam Surah Maryam ayat 64, "Dan Tuhanmu tidak lupa." Ayat ini seperti pelukan hangat seorang ibu yang meyakinkan anaknya bahwa ia tidak pernah dilupakan. Jika kita merasa terlupakan, sesungguhnya perasaan itu muncul karena kita sendiri yang telah menjauh dari-Nya, seperti seorang anak yang berlari terlalu jauh dari ibunya dan merasa tersesat.

Manusia, dengan segala kelebihannya, ternyata memiliki sifat pelupa. Ini bukan sebuah kelemahan, melainkan fitrah yang telah Allah tetapkan. Al-Qur'an menggambarkan hal ini dalam kisah Nabi Adam dalam Surah Thaha ayat 115. Sifat pelupa ini bukan berarti kita dibebaskan dari tanggung jawab untuk mengingat Allah. Justru, karena sifat inilah kita dituntut untuk selalu berusaha mengingat Allah dalam setiap aspek kehidupan.

Melupakan Allah ibarat melupakan jati diri kita sendiri. Bayangkan seorang pelukis yang melupakan bakatnya dan memilih untuk hidup monoton di balik meja kerja. Atau seorang penyanyi yang melupakan suaranya yang indah dan memilih untuk bisu. Begitulah gambaran manusia yang melupakan tujuan penciptaannya, yaitu beribadah kepada Allah.

Konsekuensi melupakan Allah bisa sangat berat. Bayangkan sebuah perahu tanpa nahkoda di tengah lautan luas. Perahu itu akan terombang-ambing, kehilangan arah, dan mungkin akhirnya tenggelam. Begitulah gambaran hidup seseorang yang melupakan Allah. Ia mungkin meraih kesuksesan duniawi, tetapi hatinya tetap hampa dan tidak puas, seperti seseorang yang meminum air laut -- semakin banyak diminum, semakin haus dirasakannya.

Ada banyak cara manusia bisa melupakan Allah. Bayangkan seorang eksekutif muda yang bekerja tanpa kenal waktu, mengabaikan waktu shalat demi mengejar target. Atau seorang selebriti yang larut dalam gemerlap dunia hiburan, melupakan kodratnya sebagai hamba Allah. Bahkan, seorang dermawan yang membantu orang lain namun lupa bersyukur kepada Allah atas kemampuannya berbagi, juga termasuk dalam kategori ini.

Dampak melupakan Allah bisa terasa dalam berbagai aspek kehidupan. Seperti kompas yang rusak, orang yang melupakan Allah akan kehilangan arah hidup. Ia akan dilanda kegelisahan dan kecemasan, bagaikan seorang anak yang terpisah dari orang tuanya di keramaian. Meski memiliki banyak harta, ia akan selalu merasa kurang, seperti ember bocor yang tak pernah bisa penuh.

Namun, pintu untuk kembali mengingat Allah selalu terbuka lebar. Bayangkan seorang anak yang tersesat di mall yang ramai. Ketika ia menyadari bahwa ia telah terpisah dari orang tuanya, langkah pertama yang ia lakukan adalah berhenti dan mencoba mengingat di mana terakhir kali ia bersama orang tuanya. Begitu pula dengan kita, langkah pertama untuk kembali kepada Allah adalah muhasabah diri, merenung dan mengevaluasi di mana kita telah lalai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun