Was-was dalam Kehidupan Sehari-hari: Mengatasi Obsessive Compulsive Disorder (OCD) Melalui Pemahaman Tafsir
Was-was atau Obsessive Compulsive Disorder (OCD) adalah gangguan kecemasan yang ditandai dengan pikiran berulang yang mengganggu (obsesi) dan perilaku kompulsif untuk menenangkan kecemasan tersebut (Al-Zahrani, 2005: 87). Dalam kehidupan sehari-hari, was-was dapat muncul dalam berbagai bentuk, seperti ketakutan berlebihan akan kuman yang mendorong seseorang untuk mencuci tangan berulang kali, atau kekhawatiran terus-menerus apakah pintu sudah terkunci yang menyebabkan seseorang memeriksa kunci berkali-kali (Purwanto, 2007: 45).
Pemahaman tafsir Al-Qur'an dapat membantu mengatasi was-was ini. Misalnya, dalam Surah An-Nas, Allah SWT mengajarkan kita untuk berlindung dari godaan setan yang sering membisikkan was-was (Shihab, 2002: 710). Tafsir ini menunjukkan bahwa was-was bukanlah sesuatu yang berasal dari diri kita, melainkan godaan eksternal yang dapat kita lawan.
Pendekatan kognitif-perilaku yang dipadukan dengan pemahaman agama telah terbukti efektif dalam mengatasi OCD (Abramowitz et al., 2012: 375). Dengan memahami asal usul was-was dan mengembangkan strategi untuk menghadapinya, individu dapat menjalani kehidupan sehari-hari dengan lebih tenang dan produktif.
Obsessive-Compulsive Disorder (OCD) dan perasaan was-was memiliki keterkaitan yang erat dalam manifestasi gangguan kecemasan. OCD ditandai dengan adanya obsesi, yaitu pikiran atau bayangan yang muncul berulang-ulang dan tidak diinginkan, serta kompulsi, yaitu perilaku ritualistik yang dilakukan untuk mengurangi kecemasan (Nevid et al., 2005: 168). Was-was, dalam konteks ini, dapat dipahami sebagai manifestasi dari obsesi dalam OCD.
Dalam perspektif Islam, was-was sering dikaitkan dengan godaan setan. Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah menjelaskan bahwa was-was adalah bisikan-bisikan jahat yang ditimbulkan oleh setan untuk mengganggu ketenangan hati manusia (Al-Jauziyyah, 2005: 243). Hal tersebut sejalan dengan gejala OCD di mana penderita seringkali merasa terganggu oleh pikiran-pikiran yang tidak diinginkan.
Gejala OCD dapat sangat mempengaruhi kehidupan penderitanya. Hawari mengemukakan bahwa penderita OCD sering mengalami kesulitan dalam menjalani aktivitas sehari-hari karena waktu dan energi yang terbuang untuk melakukan ritual kompulsif. Misalnya, seseorang dengan obsesi kebersihan mungkin menghabiskan berjam-jam untuk membersihkan rumah, mengganggu produktivitas dan interaksi sosialnya. (Hawari, 2001: 75)
Pemahaman akan hubungan antara OCD dan was-was ini penting untuk pengembangan intervensi yang efektif. Pendekatan terapi yang mengintegrasikan aspek psikologis dan spiritual telah menunjukkan hasil yang menjanjikan dalam penanganan OCD (Basit, 2017: 92).
Psikologi modern telah mengembangkan berbagai pendekatan dan metode untuk menangani Obsessive-Compulsive Disorder (OCD). Salah satu pendekatan yang paling efektif adalah Terapi Kognitif-Perilaku (CBT). CBT berfokus pada mengubah pola pikir dan perilaku yang terkait dengan OCD (Purwanto, 2007: 128). Dalam CBT, pasien diajari untuk mengenali pikiran obsesif mereka dan mengembangkan strategi untuk mengelolanya.
Eksposur dan Pencegahan Respons (ERP) adalah teknik spesifik dalam CBT yang telah terbukti sangat efektif untuk OCD. Dalam ERP, pasien secara bertahap dihadapkan pada situasi yang memicu kecemasan tanpa melakukan ritual kompulsif (Hawari, 2001: 89). Ini membantu pasien belajar bahwa kecemasan akan berkurang tanpa melakukan kompulsi.
Pendekatan farmakologis juga sering digunakan dalam penanganan OCD. Obat-obatan seperti Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRIs) telah terbukti efektif dalam mengurangi gejala OCD (Nevid et al., 2005: 172).