Mental health belakangan ini ramai menjadi pembicaraan khususnya anak muda di kala terpaan tugas kuliah maupun tugas saat bekerja. Mereka beranggapan bahwa mental health itu dapat menentukan bagaimana seseorang dapat menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi. Jika mental mereka buruk maka banyak hal yang akan terjadi contohnya seperti depresi yang berlebihan jatuh sakit dan lain sebagainya.Â
Kewajiban Seorang Mahasiswa
Pada saat itu saya merupakan mahasiswi semester 4 yang baru saja memulai perkuliahan dengan sistem luring sepenuhnya. Sebelumnya saya hanya melakukan kegiatan perkuliahan secara daring karena pada saat itu pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk tetap berada di rumah saja. Pada semester 4 ini saya mendapatkan mata kuliah praktikum dengan beban 5 SKS, tentu saja mata kuliah ini cukup berat. Beberapa bulan kemudian mulai terbiasa dengan kegiatan perkuliahan, paling ada beberapa kali sakit namun tidak begitu lama waktu penyembuhannya. Â
Kebiasan yang Bodoh
Siang hari itu saya pergi keluar untuk kerja kelompok praktikum, saat kerja kelompok perut saya dalam keadaan kosong dan belum makan dari pagi. Hal itu sudah menjadi kebiasaan selama berkuliah di kota Malang. Namun setelah pulang, badan saya sangat panas ditambah nyeri haid yang saya dapatkan saat itu. Setelah 3 hari tidak kunjung sembuh saya pergi ke tempat saudara yang berkuliah di Surabaya. Esoknya adalah hari raya Idul Adha, merasa sedih karena tidak bisa menyambut hari raya itu dengan rasa bahagia, ditambah ini kali pertamanya tidak berlebaran bersama keluarga di Kalimantan. Setelah sehari di Surabaya, saya tak kunjung sembuh. Mama menyampaikan kepada kakak "Adikmu belum sembuh?, mama khawatir kok sudah lama demamnya, besok bawa adikmu ke rumah sakit yaa siapa tau tipes," Ucap mama saya. "Iyaa maa, besok kakak bawa ke rumah sakit terdekat dari sini," balas sang kakak. Mendengar ucapan itu saya merasa sangat putus asa sambil berkata dalam hati "Ya Allah baru juga di malang tapi udah bikin orang tua khawatir". Tempat sang kakak berada di perbatasan Surabaya-Gresik. Ia memutuskan untuk pergi ke rumah sakit yang berada di Gresik, perjalannya tidak begitu jauh jika ditempuh menggunakan motor, paling tidak sekitar 7-10 menit saja. Saat melakukan administrasi, pihak rumah sakit meminta kartu BPJS atau kartu asuransi lainnya. Untungnya saja saya membawa seluruh kartu asuransi. Menunggu beberapa menit kemudian nama saya dipanggil untuk melakukan pemeriksaan. Mulanya dokter menawarkan untuk rawat jalan atau rawat inap dan kakak memilih untuk rawat jalan saja. Namun setelah keluar hasil tes darah, dokter langsung menyuruh saya untuk rawat inap. Saat mendengarkan apa kata dokter soal hasil tes darah, beliau menyatakan bahwa saya terkena tipes dan DBD. Ketika mendengar perkataan itu langsung tertegun dalam hati "Ya Allah kok bisa sakit sampai segitunya, mana ini tipes ditambah DBD," ucapku sambil menahan air mataku. Pada saat itu juga dokter dan suster mengambil tindakan untuk memasang infus, melakukan cek alergi hingga tes antigen. Saat lenganku dihujami oleh jarum suntik sambil berkata dalam hati "Kalau gini gak akan skip makan lagi, kapok kalau sampai disuntik berkali-kali," ucap saya sambil menahan rasa sakit saat disuntik. Setelah jarum infus terpasang dilengan, perawat langsung segera mengambil kursi roda dan membawa ke kamar rawat inap. Selama perjalanan menuju kamar hanya bisa mengutuk diri saya yang sangat begitu lemah sampai harus menggunakan kursi roda.Â
Tak Kunjung Membaik
Setelah 3 hari dirawat dirumah sakit, saya tidak menunjukan perubahan. Yap karena trombosit masih jauh dari kata normal. Alhasil dirujuk kerumah sakit lebih besar yang berada di kota Sidoarjo. Saya dirujuk menggunakan ambulan, jujur saja ini kali pertama menaiki ambulan ditambah suara sirine yang begitu terlihat menakutkan sekaligus menyedihkan.Â
Selama perjalanan sang kakak mendampingi dengan mengendarai motornya hingga tiba di rumah sakit rujukan. Saat itu kakak saya hanya bisa berucap kata istighfar dan terus mengucap kepada allah agar adiknya diberi kekuatan dan kesabaran dalam menghadapi musibah. Selama perjalanan saya benar-benar sendiri di kursi belakang, hanya ada suster yang duduk di kursi depan dan seorang supir. Selama proses rujukan selang infus penuh dengan darah. Saya seketika merasa khawatir, karena ini juga kali pertamanya saya diinfus. Saat sampai di rumah sakit rujukan, keadaannya lihat sangat chaos. Dimana-mana ada pasien yang baru sampai diantar.Â
Saat itu saya ditaruh diluar dan belum ada tempat untuk masuk ke dalam UGD. Membludaknya pasien yang ada di UGD membuat khawatir mengapa begitu banyak orang yang jatuh sakit. Perlu waktu sekitar 1 jam lebih untuk pemeriksaan ulang sebelum masuk kamar rawat inap. Sayangnya malam itu kamar untuk kelas II full, saya bilang ke kakak "Yaudah kak, ambil kelas satu aja," ucapku. "Sudah full juga, adanya kelas III," tutur nya. Jadi mau tidak mau harus masuk kamar kelas III untuk malam itu juga.Â
Keesokan harinya kamar untuk kelas II kosong dan saya langsung dipindahkan. Selama berada di rumah sakit pertama maupun kedua, selalu memuntahkan makanan yang saya makan. Dokter selalu berpesan mau bagaimanapun harus tetap makan agar trombositnya kembali normal. Saya sudah berusaha namun selalu memuntahkan apa yang  dimakan. Jujur saat itu sangat lelah dengan diri ini yang sudah dirawat dirumah sakit selama 5 hari tak kunjung membaik. Pesan dari orang tua yaitu perbanyak minum air putih, karena air putih tidak memiliki bau, berusaha untuk memaksakan diri agar meminum air dalam jumlah yang begitu banyak. Esoknya saat hari ke 6 dirawat, dan berkali-kalinya disuntik untuk cek darah, dokter mengatakan bahwa trombosit saya sudah mulai membaik tetapi belum pulih sepenuhnya. Mendengar hal itu membuat saya mengucap syukur kepada Allah. Setelah mengurus administrasi untuk kepulangan kami langsung bergegas untuk segera pulang.Â
Pengalaman Sekaligus Pembelajaran