Radio SIGA-BADARNA merupakan akronim dari Radio Siaga Bencana dengan tagline "Membangun Kesadaran Bencana" adalah sebuah metode yang di inisiasi oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana  dengan tujuan untuk  meminimalisir risiko bencana yang dilakukan melalui media radio, BNPB mensosialiasikan kepada masyarakat Budaya sadar bencana. Masyarakat memang harus mempunyai semacam saving self atau penyelamatan terhadap dirinya sendiri yaitu kesadaran terhadap kondisi real saat terjadi bencana.
Pemerintah terus berupaya keras untuk siaga dalam menghadapi bencana. Â Paling tidak sejak terjadinya bencana tsunami melanda Aceh tahun 2004 yang lalu, kewaspadaan negara dalam menghadapi bencana semakin tinggi. Pemerintah hal ini menyadari bahwa masalah kebencanaan harus ditangani secara serius, apalagi dengan kondisi daerah rawan bencana yang ada di Indonesia cukup rentan.
Salah satu keseriusan pemerintah dalam mengangani bencana bisa dilihat dari adanya Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Sebuah lembaga yang bertugas mengkoordinasikan perencanaan dan pelaksanaan kegiatan penanganan bencana dan kedaruratan secara terpadu; serta melaksanakan penanganan bencana dan kedaruratan mulai dari sebelum, pada saat, dan setelah terjadi bencana yang meliputi pencegahan, kesiapsiagaan, penanganan darurat, dan pemulihan.
Dalam hal ini BNPB bekerja sama dengan 80 stasiun radio, 60 stasiun radio swasta dan 20 radio komunitas yang tersebar di 20 provinsi, BNPB merilis kembali sandiwara radio "Asmara di Tengah Bencana 2" sebagai bentuk edukasi dan sosialisai kepada masyarakat. ADB mengangkat kisah tentang kesiapsiagaan masyarakat ketika terjadi bencana gunung meletus dengan bumbu kisah percintaan dan intrik kekuasaan untuk menarik calon pendengar. ADB disajikan dengan format Sandiwara radio yang merupakan salah satu jenis hiburan yang sangat popular di Indonesia pada tahun 1980-1990.Â
Saat itu hampir semua stasiun radio memiliki sandiwara unggulan yang disiarkan selama jam siar utama. Pilihan ceritanya beragam, mulai cerita silat berlatar belakang kehidupan para ksatria dan putri kerajaan, genre drama kisah cinta anak muda, hingga kehidupan masyarakat sehari-hari. Radio memang memiliki basis pendengar setia, bahkan dulu di keluarga kami tiap orang punya radio sendiri karena masing-masing punya acara kesayangan yang tak boleh diganti oleh yang lainnya.
Radio juga menjadi salah satu media yang bisa dinikmati sambil melakukan kegiatan lain tanpa terganggu. Radio mudah dibawa kemanapun sehingga bisa dinikmati sambil mencangkul, memasak, menggembala ternak, dan lainnya. Radio yang merupakan media berbasis suara juga memberikan ruang pada pendengarnya untuk berimajinasi. Agar lebih mudah sampai kepada sasaran, pesan-pesan tentang kesiagaan bencana dikemas dalam sebuah sandiwara radio.Â
Masyarakat kita yang sudah sangat familiar dengan sandiwara radio, pasti bisa menikmati pesan-pesan dalam kemasan sandiwara radio lengkap dengan bumbu-bumbu kisah asmara yang memancing rasa penasaran. Para pengisi suara dalam sandiwara radio sangat khas dan terasa sangat dekat secara emosional dengan pendengarnya. Racikan dialog, musik, dan efek suara juga mampu menerbangkan imaginasi para pendengarnya hingga ke masa-masa kejayaan para raja yang menjadi setting sandiwara radio.
Walaupun angka pendengar radio tak terlalu tinggi, namun jumlah stasiun radio terus bertambah setiap tahun mencapai 1.986 stasiun di tahun 2013 dengan angka pertumbuhan 10% tiap tahun. Seiring perkembangan teknologi penyiaran, radio juga mulai berevolusi untuk menghindari kepunahan. Berbagai upaya yang dilakukan para pemerhati siaran radio bisa menjadi angin segar bagi masa depan radio di Indonesia. Saat ini, telah banyak kita jumpai digitalisasi radio seperti radio internet atau radio streaming. Kemajuan teknologi membuat jangkauan radio semakin luas dan mudah diakses dimanapun.
Pemilihan radio sebagai media penyampai pesan sudah tepat sasaran, lalu apakah pemilihan kemasan sandiwara radio sudah cukup tepat? Sandiwara radio dengan latar belakang kehidupan jaman kerajaan ternyata masih sangat diminati sehingga sandiwara ADB yang mengambil setting cerita masa kerajaan Mataram sangat berpotensi digemari masyarakat. Kepiawaian para pengisi suara dan sound effect menjadi faktor yang sangat penting untuk pendengar, semakin dramatis maka akan semakin seru di telinga pendengar. Sandiwara ADB melibatkan nama-nama besar dalam dunia sandiwara radio seperti S. Tidjab, Nanang Kasila, dan Ivone rose yang telah dikenal sejak dulu sehingga sangat menarik bagi masyarakat.
Program sosialisasi dan edukasi kesiapsiagaan menghadapi bencana dengan media sandiwara radio bukanlah sesuatu yang lumrah dan mudah dilakukan di jaman internet seperti sekarang. Tapi justru hal itu menjadi tantangan tersendiri bagi BNPB agar sosialisasi dapat menyentuh dan sampai pesannya ke segala lapisan masyarakat melalui saluran yang menarik.
Sebagaimana yang telah dipercayai para ahli psikologi dan komunikasi bahwa informasi yang dikemas dan disampaikan dengan cara menyenangkan akan lebih diterima dan masuk ke hati masyarakat daripada informasi yang disampaikan secara kaku dalam ruang tertutup. Kita semua tentu berharap sandiwara ADB sukses meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai kesiapsiagaan bencana.