Mohon tunggu...
Musarofah
Musarofah Mohon Tunggu... -

Pelajar

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Bagaimana Kesalahan Akan Tampak Sebagai Sebuah Kebenaran Dan Kebenaran Akan Terlihat Sebagai Sebuah Kesalahan?

29 September 2013   08:33 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:14 1513
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Alkisah, ada seorang Raja yang hidungnya sakit. Dokter kerajaan mengatakan bahwa itu adalah jenis penyakit baru yang sulit disembuhkan. Satu-satunya cara agar Raja tidak mati adalah dengan cara memotong hidung Sang Raja. Maka kemudian dipotonglah hidung Sang Raja. Suatu ketika Sang Raja melakukan inspeksi kerajaan dan melewati sebuah pasar. Rakyat melihat hidung Sang Raja dan kemudian menertawakannya. Tidak ingin kehilangan kewibawaannya di depan rakyat akhirnya Sang Raja pulang kembali ke kerajaan dengan perasaan sangat marah dan jengkel akibat ditertawakan rakyatnya sendiri. Dari kejadian tersebutlah kemudian Sang Raja membuat suatu kebijakan dengan memerintahkan untuk memotong hidung seluruh rakyat. Kebijakan tersebut berlangsung secara turun temurun sehingga tidak ada seorang pun di negeri itu yang mempunyai hidung selama bertahun-tahun lamanya, kondisi tersebut menyebabkan setiap anak yang lahir kemudian secara otomatis tidak mempunyai hidung. Suatu saat ada seorang pemuda yang berasal dari luar daerah itu  memasuki negeri tanpa hidung itu. Pemuda tersebut merasa heran dengan apa yang dilihatnya karena setiap orang yang dilihatnya tidak mempunyai hidung, hanya ia sendiri yang mempunyai hidung di negeri tersebut. Kondisi demikian membuat pemuda tersebut ingin menertawakan orang-orang yang ada di sekitarnya akan tetapi sebelum dia bisa tertawa, orang-orang yang ada di sekitarnya sudah terlebih dahulu menertawakannya. Akhirnya pemuda tersebut pulang dengan perasaan malu karena hanya ia yang mempunyai hidung.

Cerita tersebut menggambarkan bagaimana sebuah kesalahan yang dilakukan oleh banyak orang akan tampak sebagai sebuah kebenaran sementara kebenaran yang dilakukan oleh satu orang hanya akan tampak sebagai sebuah kesalahan. Ya, seperti itulah teorinya, sebuah kesalahan yang dilakukan berulang-ulang, sehingga lama kelamaan kesalahan itu tampak biasa maka dari hal itulah kesalahan akan dianggap sebagai sebuah kebenaran. Sebuah kebohongan yang disampaikan secara terus menerus akan tampak sebagai sebuah kebenaran.

Sepertinya kondisi seperti itulah yang sekarang terjadi di masyarakat kita. Sejak kecil kita memang mempunyai kecenderungan untuk mengikuti apa yang ada di lingkungan kita, kita tumbuh dengan melihat apa yang terjadi di sekeliling kita. Kalau yang terjadi di sekeliling kita dan yang kita ikuti adalah sebuah kebenaran memang itu bukan sebuah hal yang dipermasalahkan tetapi bagaimana jika apa yang kita lihat dari lingkungan adalah sebuah fenomena-fenomena salah kaprah yang kemudian secara tidak tahu kita menganggapnya sebagai sebuah kebenaran. Maka secara otomatis bukankah dalam mindset kita hanya akan terbentuk sebuah konsep kesalahan yang dianggap benar oleh diri kita sendiri, dan lebih parahnya lagi jika cara berpikir yang salah itu kita jadikan sebagai acuan berperilaku karena sebagian orang dengan kadar tertentu mengambil sebuah keputusan untuk bertindak dengan menggunakan pengetahuan yang dimilikinya. Teori psikologi kognitif selalu mengatakan bahwa apa yang dipikirkan, dirasakan dan dilakukan seseorang merupakan resultante dari berbagai informasi yang diterima dan yang berlangsung berulang-ulang. Dengan demikian, apa yang sering dilihat, di dengar sejak kecil pada urutannya akan membentuk karakter seseorang. Lalu karakter apa yang akan terbentuk pada diri kita jika setiap hari kita menangkap sebuah informasi dari sebuah fenomena-fenomena kesalahan yang sudah terlanjur di anggap benar?.

Kita bisa mengambil contoh misal dari iklan-iklan produk kecantikan yang sering kita lihat di televisi, koran, internet ataupun majalah. Iklan produk kecantikan tertentu baik itu sabun, cream pencerah wajah, lotion-lotion tertentu ataupun jenis kosmetik tertentu selalu mengatakan bahwa yang namanya cantik itu harus putih, bersih, muka tidak berminyak, tanpa jerawat dan kulit mulus bebas bulu.  Iklan telah membentuk mindset pemikiran kita untuk mengenali sebuah kecantikan hanya berdasar pada segi fisik. Kita sering lupa dan mungkin juga tidak tahu atau bisa jadi kita memang tidak pernah ingin tahu dengan bertanya, benarkah pengertian kecantikan adalah seperti itu? Jarang sekali ada orang yang mengartikan sebuah kecantikan dari segi agama, mungkin karena mereka juga sudah terjebak para asumsi bahwa cantik itu relative dan jelek adalah mutlak. Akibat dari hal tersebut adalah orang-orang lebih suka menyibukkan diri untuk memperdulikan bagaimana pandangan orang lain terhadap dirinya. Bagaimana terlihat cantik di hadapan orang lain secara lahiriah dan bagaimana orang akan terlihat terpandang di hadapan orang lain. Bukankah kita sering lupa bahwa sebenarnya yang terpenting adalah bagaimana pandangan Allah terhadap diri kita?.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun