Mohon tunggu...
Muhammad Irsandy
Muhammad Irsandy Mohon Tunggu... -

Seorang siswa SMA yang masih perlu banyak belajar

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Nasionalisme Saya

10 Februari 2016   21:50 Diperbarui: 10 Februari 2016   21:58 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selain dikenal sebagai Anak Medan, kebanyakan orang juga mengenal saya sebagai seseorang yang mempunyai rasa nasionalisme yang tinggi. Saya tidak mengetahui standar pengukuran apa yang digunakan untuk menilai seberapa besar rasa nasionalisme seseorang. Yang saya ketahui, kedudukan saya layaknya seperti kebanyakan warga negara pada umumnya. Saya juga merasa bahwa saya juga tidak jauh berbeda dengan remaja-remaja yang lain. Belajar demi kesuksesan, tidur jika dibutuhkan (baca : ngantuk), dan buang air ketika diperlukan. Tidak ada yang beda.

Saya sering mempertanyakan seberapa nasionalis-kah saya sehingga banyak yang berpikiran bahwa saya memang demikian. Semakin banyak orang menilai saya sebagai seorang yang nasionalis, semakin sering saya bertanya, sebenarnya apakah nasionalisme itu? apakah dengan mendukung timnas bertanding, dapat dikatakan bahwa kita adalah seseorang yang nasionalis? Apakah dengan melampiaskan kemarahan kepada pihak yang menghina, meremehkan, bahkan mencaci negara kita? Ataukah seseorang bekerja untuk pemerintah atau berperan dalam pemerintahan merupakan seorang nasionalis? Dan apakah remaja labil seperti saya adalah seseorang yang mempunyai rasa nasionalisme yang tinggi dibandingkan dengan teman-teman sebaya saya?

Memang betul, saya merasa sangat bangga sekaligus prihatin dengan kondisi negeri ini. Di satu sisi, saya merasa bangga dengan keindahan alam, kekayaan SDA, keanekaragaman budaya dan juga manusianya. Tapi di sisi lain, saya merasa prihatin sekaligus kecewa jika keunggulan negeri ini harus ternodai oleh korupsi yang merajalela dimana-mana, birokrasi yang bikin kepala pusing, dan kepastian hukum yang tidak jelas keberadaannya. Tetapi apakah dengan itu membuat saya merasa bahwa Indonesia bukanlah suatu hal yang harus dibanggakan dan diperjuangkan?


Jawabannya tidak sama sekali. Saya tetap mencintai negeri ini apa adanya bukan ada apanya. saya sering mendengar perkataan orang, “Buat apa capek-capek mikirin negara, negara aja gak pernah mikirin kita”. Jawabannya simpel. Bukan berarti kita lepas tangan begitu saja, kan? Sebenarnya, tidak negara yg saya pikirkan, tetapi saya memikirkan bagaimana nasib anak cucu kita di masa depan jika kita sebagai para pendahulunya saja tidak peduli akan nasib mereka?

Apakah kita mau dikatakan sebagai nenek moyang yang hanya mewariskan masalah? Ingat, selalu ada kesempatan untuk membuat negeri ini menjadi lebih baik. Itu semua kembali lagi kepada diri kita masing-masing. Maukah kita untuk menjadi aktor perubahan? Lalu muncul lagi pertanyaan, apa yang harus kita beri sedangkan hidup aja sudah susah? Gampang saja, berilah karya baik yang terbaik sesuai peran masing-masing dan menjadi berguna bagi orang lain. Sebagai pelajar, belajarlah dengan sungguh-sungguh. sebagai remaja, persiapkan diri untuk menjadi pemimpin bangsa di masa depan. Sekalipun sebagai jomblo(saya termasuk dalam kelompok ini), berikan karya terbaik dan tunjukkan kepada dunia bahwa kita bisa melewati masa-masa sulit(terutama malam minggu) tanpa harus memberi kesulitan pada orang lain.

Itulah nasionalisme saya, peduli dan memberi. Peduli akan nasib anak cucu kita, dan berikan yang hal terbaik yang dapat kita lakukan. Jangan hal-hal buruk yang terus kita permasalahkan. Banyak hal dapat dibanggakan dari Indonesia. Dan jadikan kebanggan itu menjadi sesuatu hal positif dan bermanfaat sehingga kebanggan itu tidak menjadi sia-sia untuk diperjuangkan. Masa depan Indonesia ada di tangan kita. Jadi generasi penerus bangsa yang menjadikan negara ini adil, makmur sentosa di masa depan. Dan tentu saja, Indonesia yang bersih dan bebas korupsi.

Walaupun begitu, saya mencoba untuk tidak menyikapi nasionalisme itu secara berlebihan. Selain karena saya bukanlah seseorang yang ahli dalam hal nasionalisme serta saya merasa saya bukan sesorang yang nasionalis. Saya juga tidak mau menjadi seseorang yang mencintai negara ini secara berlebihan sehingga menyebabkan saya menjadi seseorang yang bisa dibilang rasis. Mengapa demikian?

Tulisan ini sudah dimuat di blog pribadi saya

Baca tulisan lain yang berjudul Nasionalisme Kita di blog pribadi saya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun